Wednesday, April 23, 2014

HarjoshRian, Tugas Matakuliah PEH dan Daerah Aliran Sungai "PENGELOLAAN PERMASALAHAN DAS BRANTAS DI JAWA TIMUR"



Tugas Matakuliah PEH dan Daerah Aliran Sungai                                                Medan , April 2014



PENGELOLAAN PERMASALAHAN DAS BRANTAS
 DI JAWA TIMUR

Dosen Pengajar:
Jamilah S.P, M. P


Disusun Oleh:
HUT 6D

San France Manik                        111201125
Haryono J. Siburian                     111201144

Description: Description: Description: Description: FPERT

 





PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014





KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Pengelolaan Ekosistem Hutan dan Daerah Aliran Sungai  ini dengan baik dan tepat waktu.
            Penulisan laporan yang berjudul “Pengelolaan Permasalahan DAS Brantas Di Jawa Timur”  ini merupakan salah satu tugas dalam mata kuliah Pengelolaan Ekosistem Hutan dan Daerah Aliran Sungai, di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang bertujuan Untuk mengetahui bagaimana Pengelolaan atas Permasalah DAS Brantas di Jawa Timur.
            Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini mendapat banyak bantuan yang diberikan kepada penulis. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen Pengajar Jamilah S.P, M. P yang telah memberikan materi dengan baik dan jelas.
            Dalam penulisan Tugas ini, masih banyak kesalahan yang terjadi baik dalam penulisan maupun penyajian. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan laporan ini.
            Semoga laporan ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua.



Medan,   April 2014


    Penulis        









DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................ i
DAFTAR ISI.......................................................... ii
DAFTAR GAMBAR............................................. iii
PENDAHULUAN
Latar Belakang.................................................. 1
Tujuan................................................................. 2
PEMBAHASAN
Kondisi DAS Brantas........................................ 3
Permasalahan pada DAS Brantas..................... 5
Tindakan Pengelolaan atas Permasalahan Tersebut.............. 6
Masalah dan Solusi DAS Brantas...................... 8
PENUTUP
Kesimpulan....................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA



DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR GAMBAR............................................. 1
  






PENDAHULUAN
Latar Belakang
WS Brantas merupakan WS terbesar kedua di Pulau Jawa, terletak di Propinsi Jawa Timur pada 110°30' BT sampai 112°55' BT dan 7°01' LS sampai 8°15' LS. Sungai Brantas mempunyai panjang ± 320 km dan memiliki luas wilayah sungai ± 14.103 km  yang mencakup ± 25% luas Propinsi Jawa Timur atau ± 9% luas Pulau Jawa. WS Brantas terdiri dari 4 (empat) Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Brantas, DAS Tengah dan DAS Ringin Bandulan serta DAS Kondang Merak. Peta lokasi wilayah sungai Brantas dapat dilihat pada Gambar.


 













Hingga saat ini Wilayah Kali Brantas ( DAS Brantas ) dengan 39 anak sungainya merupakan salah satu sumber air bagi wilayah Propinsi Jawa Timur. dimana Perusahaan Umum Jasa Tirta (PJT ) I sebagai salah satu pengelola sumberdaya air mempunyai beberapa bangunan waduk yang tersebar hingga ke Kali Bengawan Solo dengan 25 wilayah anak sungai. PJT didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No 5 tahun 1990 dan berkembang menjadi PJT I melalui Peraturan Pemerintah No 93 tahun 1999.  Pengelolaannya dibawah koordinasi Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Propinsi dan  UPTD ( Balai  Pengelola Sumberdaya Air Wilayah Sungai dan Depo Peralatan Pengairan). BPSDA Wilayah Sungai di Jawa Timur terdiri dari 9 Balai yang berkedudukan di 9 Kabupaten ( terlampir ). Sebagai pengelola sumber air baku PJT melakukan berbagai usaha antara lain menjaga dan melestarikan kuantitas dan peningkatan kualitas sumber daya air . Sungai Brantas mempunyai Daerah Pengaliran Sungai (DPS) seluas 11 800 km2 atau 25 % dari luas propinsi Jawa Timur dengan panjang sungai 320 km.
Pemanfaatan sumber daya air untuk berbagai keperluan, di satu pihak terus meningkat dari tahun ke tahun, tetapi di lain pihak ketersedian sumber daya air semakin terbatas. Gunung Anjasmoro yang berada dikawasan hutan lindung merupakan sumber air bagi masyarakat dan beberapa pengusaha misalnya pengusaha jamur, tanaman bunga dan peternakan Sumber daya air adalah aspek vital yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, untuk dan demi peradaban manusia, tanpa pengembangan sumber daya air, peradaban manusia tidak akan mencapai tingkat yang dinikmati saat ini.. Untuk memenuhi kebutuhan air yang terus meningkat, diperlukan suatu perencanaan terpadu yang berbasis wilayah sungai guna menentukan langkah dan tindakan yang harus dilakukan agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut dengan mengoptimalkan potensi pengembangan sumber daya air (SDA), melindungi, melestarikan dan meningkatkan nilai SDA dan lahan.
Mengingat pengelolaan sumber daya air secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan hidup merupakan masalah yang kompleks dan melibatkan semua pihak, baik sebagai pengguna, pemanfaat maupun pengelola, maka tidak dapat dihindari perlunya upaya bersama untuk mulai mempergunakan pendekatan one river basin, one plan and one integrated management. Keterpaduan dalam perencanaan, kebersamaan dalam pelaksanaan dan kepedulian dalam pengendalian sudah waktunya diwujudkan.
            Tujuan
ü  Mengetahui Kondisi DAS Brantas
ü  Mengetahui Permasalah DAS Brantas
ü  Mengetahui Tindakan Penyelesaian Atas Permasalah DAS Brantas
ü  Mengetahui Masalah dan Solusi Penyelesaian DAS Brantas


 
PEMBAHASAN
·        Kondisi DAS Brantas
Kondisi Sosial Ekonomi
WS Brantas didefinisikan sebagai gabungan dari wilayah 9 (sembilan) Kabupaten dan 6 (enam) Kota sebagai berikut : Kabupaten : Sidoarjo, Mojokerto, Malang, Blitar, Kediri, Nganjuk, Jombang, Tulungagung dan Trenggalek.  Kota : Surabaya, Mojokerto, Malang, Kediri, Blitar dan Batu Tahun 1995,  penduduk kabupaten/kota di WS Brantas berjumlah 13.668.662 jiwa, meningkat menjadi sekitar 15.901.645 jiwa pada tahun 2005 (pertumbuhan rata-rata sebesar 0,99 %  per tahun). Jumlah penduduk pada tahun 2005 tersebut merupakan 42,89% penduduk Propinsi Jawa Timur atau 7,2% penduduk Indonesia
Mata pencaharian utama terdapat pada sektor pertanian (pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dll. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita WS Brantas tahun 2005 sekitar Rp. 9,89 juta, lebih tinggi daripada PDRB per kapita Propinsi Jawa Timur sebesar Rp. 7,0 juta.  Sektor pertanian pada PDRB Propinsi Jawa Timur tahun 2005 memberikan kontribusi ekonomi sebesar Rp. 69,5 triliun atau sekitar 17,2% dari PDRB keseluruhan. Selama tahun 2001 – 2005 sektor pertanian mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 10,8% per tahun. 
Tahun 2005, hutan di WS Brantas tercatat sebesar 356,1 ribu ha atau sekitar 31,3% dari luas hutan di Propinsi Jawa Timur, yang terdiri dari hutan produksi seluas 255,4 ribu ha dan hutan lindung seluas 100,7 ribu ha. Luas tebangan hutan selama tahun 2000 – 2005 mengalami penurunan rata-rata  sebesar 13,1% per tahun dari 3.975 ha pada tahun 2000 menjadi 1.376 ha pada tahun 2005, dimana luasan tersebut didominasi oleh kayu jati sebesar 58,3%.  Konsumsi energi listrik di WS Brantas diperkirakan sebesar 10,4 juta MWh atau sebesar 63,6% dari total konsumsi Propinsi Jawa Timur. Konsumsi energi listrik terbesar diserap oleh Surabaya sebesar 5,5 juta MWh (53,1%). Produksi air minum di WS Brantas sebesar 253,5 juta m3  atau sebesar 73,1% dari produksi air minum Propinsi Jawa Timur. 
Jumlah pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di WS Brantas sampai dengan tahun 2005 berjumlah 639,6 ribu pelanggan atau sekitar 61,1%  dari total pelanggan PDAM di Propinsi Jawa Timur.
Obyek wisata di WS Brantas terdapat wisata alam pegunungan di Kota Batu dan Kabupaten Malang, wisata pantai di Kabupaten Malang, Tulungagung dan Kota Surabaya, wisata air di wilayah Kabupaten Malang, Tulungagung dan Kota Surabaya, serta wisata sejarah/kepurbakalaan di Kabupaten Mojokerto, Malang dan Blitar. Sektor industri pengolahan (industri non migas) di Propinsi Jawa Timur pada tahun 2005 memiliki nilai ekonomi Rp. 121,0 triliun. Sektor ini merupakan penyumbang terbesar pada PDRB Propinsi Jawa Timur dan bertumbuh 19,8% pada tahun 2005 dibanding tahun 2004 serta selama periode 2001 – 2005 mengalami pertumbuhan rata-rata 18,6%
per tahun.
Jumlah pemegang Surat Ijin Penambangan Daerah (SIPD) pada tahun 2005 di WS Brantas sebanyak 104 SIPD dengan luas 1.289,5 Ha. Potensi bahan galian di WS Brantas terdapat di daerah :
- Kabupaten Blitar : batu kapur, batu bintang, feldspar, marmer, bentonit,
phyropilit, zeolit dan pasir besi.
- Kabupaten Malang :  batu kapur, feldspar, tanah liat, marmer, bentonit,
phyropilit, zeolit dan pasir besi
- Kabupaten Trenggalek :   batu kapur, phospat, feldspar, tanah liat, marmer dan
Phyropilit
- Kabupaten Tulungagung :    batu kapur, feldspar, marmer dan pasir besi
- Kabupaten Mojokerto :    tanah liat dan yodium
- Kabupaten Nganjuk :    onyx
Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2002 adalah sekitar Rp. 1.610.012 milyar dan per kapita PDB adalah Rp. 7,5 juta. Laju pertumbuhan tahunan PDB pada tahun 1996, sebelum krisis ekonomi adalah sekitar 7,8% dan PDB per kapita adalah sekitar 5,9% dimana pertumbuhan ini tergolong tinggi. Sebagai akibat krisis ekonomi, terjadi penurunan sebesar 13% pada tahun 1998.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) WS Brantas pada tahun 2003 adalah sekitar Rp 150,6 triliun atau sekitar 59% PDRB Jawa Timur (Rp 254,4 triliun) dan 8% PDB  Nasional (Rp 1.786,7 triliun). Pertumbuhan PDRB WS Brantas dalam kurun waktu 1993 sampai 2003 mencapai sekitar 2,7% di atas pertumbuhan PDB Indonesia (1,0%) dan PDRB Jawa Timur (2,5%).





Kondisi Hidrologi
Data curah hujan yang dipakai dalam analisa berasal dari pengukuran dan pencatatan 49 stasiun penakar hujan on line dan off line dengan panjang pencatatan selama 15 tahun (mulai tahun 1991 – 2005).  Temperatur tertinggi di bulan Nopember 35,6°C dan terendah di bulan Juli 18,1 kelembaban 32 sampai 98 persen. Kondisi berawan (mendung) paling banyak terjadi di bulan Pebruari dan Desember. Rata-rata lama penyinaran matahari pada bulan Pebruari sebesar 52 persen, bulan Desember sebesar 46,1 persen. Tekanan udara tertinggi mencapai 1.012,4 milibar yang terjadi di bulan September dan terendah 1.009,2 milibar yang terjadi di bulan Pebruari. Kecepatan angin tertinggi 7,4 knot pada bulan Juli yang berhembus ke arah Timur dan terendah 4,3 knot pada bulan Maret yang berhembus ke arah Timur.
·        Permasalah Pada DAS Brantas
Kualitas Air
Dengan berkembangnya kota-kota besar yang dilalui aliran sungai Brantas, mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan air bersih dan air baku. Di samping itu, semakin tingginya konsentrasi penduduk dan industri di daerah perkotaan menimbulkan masalah antara lain timbulnya daerah kumuh di tepi sungai, menurunnya kualitas air sungai dan bencana banjir akibat terganggunya aliran air, baik karena banyaknya sampah, pendangkalan maupun berkurangnya lebar sungai. Sumber pencemar dominan yang mencemari sungai Brantas adalah sebagai berikut :
a.       Limbah industry
Di WS Brantas terdapat 483 industri yang berpotensi membuang limbahnya yang berpengaruh langsung pada kualitas air sungai. Berdasarkan Surabaya River Pollution Control Action Plan Study yang dilakukan pada tahun 1999 diperoleh hasil beban BOD netto sebesar 125 ton BOD/hari.
b. Limbah domestik
Limbah domestik (rumah tangga, hotel, restoran, dan lain-lain) adalah sumber yang paling besar memberikan kontribusi limbah pada WS Brantas yaitu sebesar 205 ton BOD/hari (Berdasarkan Surabaya River Pollution Control Action Plan Study, 1999).
c. Limbah pertanian
Sumber pencemar dari pertanian berasal dari sisa pestisida dan pupuk an-organik dan yang mengalir ke sungai bersama dengan sisa air irigasi. Pencemaran ini umumnya terjadi pada saat musim hujan. Dampak yang terjadi akibat limbah pertanian tersebut adalah terjadinya eutrofikasi perairan di waduk (terutama di Waduk Sutami).
Permasalahan Dalam Pengendalian Pencemaran
Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengendalian pencemaran di WS Brantas, antara lain :
a. Sejak dilaksanakan Program Kali Bersih, pengendalian pada sumber pencemar hanya dilaksanakan pada limbah industri. Pengendalian limbah domestik belum dilaksanakan, padahal berdasarkan penelitian beban pencemaran limbah domestik mencapai  62% dari total beban yang masuk sungai.
b. Penegakan hukum terhadap pencemar masih lemah, karena masih mempertimbangan aspek sosial, ekonomi, kesempatan kerja dan lain sebagainya.
c. Banyak industri yang kapasitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)-nya lebih kecil dari limbah yang diproduksi, sehingga buangan limbahnya tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan.
d. Pengendalian pencemaran air merupakan masalah yang kompleks, memerlukan  dana besar dan waktu panjang serta memerlukan komitmen semua pihak yang berkepentingan.
e. Banyaknya permukiman yang didirikan di daerah sempadan sungai mengakibatkan banyak sampah dan limbah domestik langsung dibuang ke sungai.
f. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam memberikan
kontrol sosial yang positif (aktif-konstruktif).
·        Tindakan Pengelolaan atas Permasalahan Tersebut
Tindakan yang dilakukan untuk penyelesaian atas permasalahan tersebut salah satunya adalah dengan sistem pemantauan Dalam rangka pengendalian pencemaran, perlu dilakukan pemantauan kualitas air secara berkesinambungan, sehingga dari hasil pemantauan tersebut akan menghasilkan informasi kualitas air sungai Brantas dan sumber-sumber pencemar secara menyeluruh.  Hasil pemantauan kualitas air di WS Brantas dilaporkan secara rutin (triwulanan dan tahunan) kepada Gubernur, BAPEDALDA Propinsi Jawa Timur, BAPEDALDA Kabupaten dan Kota, dan Dinas/Instansi terkait. Sedangkan untuk PDAM Surabaya dan PDAM Tawangsari dilaporkan periodik bulanan. Diharapkan dari data yang diinformasikan tersebut dapat ditindaklanjuti agar kualitas air sungai terutama di sungai Kali Surabaya dapat memenuhi baku mutu yang ditetapkan sesuai dengan peruntukannya.
Sistem Pemantauan
a.  Sistem off–line
Saat ini di WS Brantas telah dilakukan kegiatan pemantauan kualitas air sungai secara manual (off-line) oleh beberapa instansi, antara lain Dinas PU Pengairan Propinsi Jawa Timur, BAPEDAL Propinsi Jawa Timur, BTKL dan Perum Jasa Tirta (PJT) I. Pemantauan kualitas air secara manual dilakukan pada :
• 51 lokasi titik pantau di sungai Brantas (termasuk di waduk).
• 53 lokasi titik pantau limbah industri.
• 10 lokasi titik pantau limbah domestik.
b. Sistem on–line
Pada dasarnya sistem monitoring kualitas air on-line/real time bertujuan untuk mendapatkan informasi secara cepat dan terpercaya untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan pembuatan perencanaan dan keputusan. Peralatan yang digunakan harus mempunyai kemampuan dalam memberikan informasi dengan komunikasi yang didukung 4 (empat) komponen utama, yaitu:        • Data Acquisition
Terdiri dari suatu jaringan stasiun pemantauan kualitas air yang dibangun di  suatu area tertentu. Fungsi stasiun-stasiun ini untuk melakukan pengukuran terhadap parameter-parameter yang dikehendaki.
• Data Transmission
Merupakan perangkat komunikasi data serta media komunikasi data yang menghubungkan antara Master Station dengan stasiun pemantau kualitas air. Dalam hal ini media komunikasi data yang digunakan adalah saluran telepon.
Central Processing Station (Master Station)
Berfungsi sebagai pengolah data menjadi informasi dengan menampilkannya  dalam beberapa struktur/model sesuai yang diinginkan. Semua data yang diterima dari stasiun pemantau kualitas air akan disimpan dan selanjutnya diproses menjadi informasi.
Information Distribution
Seluruh informasi hasil pengolahan dari Master Station dapat didistribusikan ke  tempat lain, sehingga semua pihak yang berkepentingan dapat juga memperoleh informasi/data tersebut. Distribusi informasi/data dilakukan melalui internet. Sampai saat ini, dua puluh tiga (23) stasiun pemantauan kualitas air on-line/real time telah dibangun di WS Brantas.
·         MASALAH DAN SOLUSI DAS BRANTAS
1.         Masalah DAS yang ditetapkan setelah kunjungan lapang DAS Brantas bagian hulu mempunyai peran penting, terutama sebagai tempat penyedia air untuk dialirkan ke  bagian hilirnya. Oleh karena itu bagian hulu DAS Brantas khususnya kawasan lindung (Perum Perhutani, TNBTS dan Tahura Suryo) seringkali mengalami konflik kepentingan dalam penggunaan lahan, terutama untuk kegiatan pertanian, pariwisata, pertambangan, serta permukiman. Mengingat DAS bagian hulu mempunyai keterbatasan kemampuan, maka setiap kesalahan pemanfaatan akan berdampak negatif pada bagian hilirnya.Pada prinsipnya, DAS bagian hulu dapat dilakukan usaha konservasi dengan mencakup aspek-aspek yang berhubungan dengan suplai air. Secara ekologis, hal tersebut berkaitan dengan ekosistem tangkapan air (catchment ecosystem) yang merupakan rangkaian proses alami daur hidrologi.
Permasalahan pengelolaan DAS dapat dilakukan melalui suatu pengkajian komponen-komponen DAS dan penelusuran hubungan antar komponen yang saling berkaitan, sehingga tindakan pengelolaan dan pengendalian yang dilakukan tidak hanya bersifat parsial dan sektoral, tetapi sudah terarah pada penyebab utama kerusakan dan akibat yang ditimbulkan, serta dilakukan secara terpadu. Salah satu persoalan pengelolaan DAS dalam konteks wilayah adalah letak hulu sungai yang biasanya berada pada suatu kabupaten tertentu dan melewati beberapa kabupaten serta daerah hilirnya berada di kabupaten lainnya. Oleh karena itu, daerah-daerah yang dilalui harus memandang DAS sebagai suatu sistem terintegrasi, serta menjadi tanggung jawab bersama.
2.         Stakeholder yang terkena dampak dan berbagai dampak yang disebabkan
Instansi yang terkena dampak bukan hanya instansi yang tidak menggunakan air secara non komersial, namun juga termasuk yang menggunakannya secara komersial. Misalnya saja dari perusahaan jasa tirta, perusahaan air minum serta perusahaan-perusahaan lain yang juga mempunyai kepentingan dengan air sehat. Instansi / stakeholder yang berfungsi sebagai pengelola SDA atau penyedia air yang mempunyai nilai komersil baik untuk kebutuhan Perusahaan Listrik Negara (PLN) serta Perusahaan Air Minum (PAM) maupun industri yang berskala besar adalah Perusahaan Jasa Tirta (PJT) yang penyalurannya berasal dari waduk. Sedangkan stakeholder yang berfungsi sebagai pengelola sumber mata air di kawasan hulu yang bersifat non komersil terutama untuk pemanfaatan perkebunan, irigasi persawahan, peternakan maupun rumah tangga adalah para pengelola kawasan. Pola pengelolaan sumber daya air menurut UU no 7 merupakan dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi kegiatan konservasi, pendayagunaan dan pengendalian kerusakan SDA. Sehingga pola ini perlu disusun secara terkoordinasi diantara instansi-instansi yang terkait berdasarkan azas kelestarian, keseimbangan fungsi sosial – ekonomi – lingkungan serta azas manfaat umum dan melibatkan peran masyarakat yang selanjutnya dituangkan dalam rencana penyusunan program pengelolaan sumberdaya air Ada 2 macam pemanfaatan air yaitu : pemanfaatan air komersial dan pemanfaatan air non komersial ( Nurfatriani, 2006 ).
Para pengelola kawasan lindung (Perum Perhutani, TNBTS dan Tahura Suryo) selayaknya menerima konpensasi dari para pemanfaat air dari hulu sampai ke hilir, karena selaku pengelola kawasan sangat berpengaruh terhadap ketersediaan dan kualitas air. Berapa manfaat yang harus diterima oleh pengelola kawasan dapat diketahui dengan menghitung berapa potensi debit air yang dapat diproduksi dari masing-masing kawasan dengan nilai eksternal berupa nilai dampak terhadap lingkungan yang harus dikembalikan ke hulu. Berdasarkan hasil analisa dengan Citra Landsat pada masing-masing Sub DAS dan Sub-sub DAS menunjukkan bahwa sebagai pengelola kawasan dibagian hulu dari ketiga stakeholder terkait yang berpotensi dapat menghasilkan air antara lain Perum Perhutani (KPH Malang) dengan luas areal 5.274,72 ha , 2 975,94 ha untuk kawasan TNBTS dan 6 224,85 ha untuk kawasan Tahura Suryo. Sedangkan rata-rata potensi produksi air yang dapat dihasilkan selama 3 tahun pengamatan adalah 73,37 juta m3 untuk Perum perhutani, 41,48 juta m3 untuk TNBTS dan 83,88 juta m3 untuk Tahura Suryo (Kirsfianti 2006).
3.         Program solusi yang dilakukan oleh stakeholder terkait
Kelembagaan yang efektif seharusnya mampu merefleksikan keterkaitan lingkungan biofisik dan sosial ekonomi dimana lembaga tersebut beroperasi. Apabila aktifitas pengelolaan di bagian hulu DAS akan menimbulkan dampak yang nyata pada lingkungan biofisik dan/atau sosial ekonomi di bagian hilir dari DAS yang sama, maka perlu adanya desentralisasi pengelolaan DAS yang melibatkan bagian hulu dan hilir sebagai satu kesatuan perencanaan dan pengelolaan.
PJT I Malang telah melakukan Program Pembayaran Jasa Lingkungan dalam upaya pengembangan hubungan hulu hilir bekerja sama dengan Yayasan Pengembangan Pedesaan. Pemanfaatan air non komersial di kawasan hulu DAS Brantas digunakan untuk pertanian yang berada di bawah pengelolaan Tahura Suryo. Pengusaha pertanian yang menggunakan sumber mata air melalui pipa-pipia paralon dan tendon-tandon antara lain : pengusaha bunga, pengusaha jamur dan pengusaha peternakan ayam. Penghijauan dan reboisasi yang dilakukan oleh para pengusaha disekitar kawasannya bekerjasama dengan instansi kehutanan dan LSM Lingkungan ESP USAID dalam rangka melestarikan kawasan disekitar sumber mata air. Sedangkan pemanfaatan air oleh masyarakat / petani dikawasan hulu DAS Brantas dibawah pengelolaan TNBTS terutama untuk petani sayuran dan kebutuhan untuk air minum dan MCK. Pemanfaatan lahan ini untuk pertanian tidak lepas dari konflik yang terjadi antara masyarakat dengan pengelola kawasan, karena topografi lokasi sangat rentan akan erosi. Sehingga diperlukan kesepakan untuk kepentingan masing-masing dimana masyarakat membutuhkan sumber mata air dan pengelola perlu kelestarian lahan. Kesepakatan dilakukan melalui kegiatan penanaman jalur hijau ( green belt ) (Dinas Kehutanan Jatim, 2006).
Disamping itu LSM lingkungan dari ESP USAID yang ikut berpartisipasi dalam menjaga kelestarian lingkungan Daerah Aliran Sungai Brantas juga memberikan berbagai program alternative dalam mengelola dan melestarikan DAS Brantas. ESP memfasilitasi pendekatan partisipatif untuk perencanaan dan pengelolaan Daerah aliran sungai atas, yang mulai pada tingkat masyarakat untuk pengaruh lapangan langsung serta tingkat propinsi dan nasional untuk memastikan kebijakan yang memadai dan bantuan anggaran untuk mempertahankan dan memperluas pengaruh.
ESP membantu peran serta masyarakat dalam pengelolaan Daerah aliran sungai melalui fasilitasi Sekolah Lapangan. Pendekatan pendidikan dewasa ini menyatukan proses Penilaian Mata Pencaharian berkelanjutan di dalam kerangka kerja ekologi air, dan memungkinkan masyarakat untuk memperoleh kontrol yang lebih besar terhadap mata pencaharian mereka dan lingkungan di mana mereka tinggal.
Melalui sekolah lapangan lebih dari tiga bulan, peserta belajar bagaimana menerapkan keterampilan dalam rehabilitasi lahan, pelestarian keanekaragaman hayati, air bersih dan sanitasi berbasis masyarakat, dan perubahan perilaku kesehatan dan kebersihan.
ESP memastikan pengaruh dan keberlanjutan pengelolaan daerah aliran sungai dan kerja pelestarian keanekaragaman hayati melalui pengembangan pembentukan Forum Manajemen Daerah aliran sungai dan Rencana Kerja. Digunakan untuk masalah-masalah khusus, ekologi, budaya dan hubungan kelembagaan masing-masing Daerah aliran sungai, Forum multi-pihak ini memandu pengembangan kebijakan dan pelaksanaan Rencana Kerja. Forum ini menetapkan target-target dan memastikan bantuan anggaran untuk merehabilitasi lahan, pelestarian keanekaragaman hayati dan pengembangan masyarakat.
Dimulai dengan proses perencanaan ruang, ESP bekerja dengan para mitra untuk mengidentifikasi dan memetakan lahan dan daerah krisis yang memiliki nilai pelestarian tinggi di daerah aliran sungai atas. ESP bekerja dengan masyarakat setempat melalui Sekolah Lapangan untuk mengembangkan pemeliharaan tanah, menanam benih dan kemudian penanaman benih-benih di lahan kritis milik sendiri atau di lahan kritis yang dikelola secara bersama-sama oleh masyarakat setempat dan badan-badan lain. ESP juga memberi bantuan teknis kepada Departemen Kehutanan, Perhutani dan berbagai inisiatif penghijauan kembali setempat untuk memastikan keterlibatan masyarakat setempat dan manfaat. Dengan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam Forum Pengelolaan Daerah aliran sungai, perhatian khusus diberikan kepada pembentukan pengaturan kepemilikan lahan secara jelas yang memberi masyarakat insentif untuk berperan serta secara aktif dalam rehabilitasi lahan. (ESP USAID, 2010)
4.         Alasan tidak dilakukan sebelumnya Kegiatan atau program yang dilakukan oleh instansi-instansi tersebut memang dirasa belum pernah dilakukan sebelumnya. Misalnya saja dari PJT I Malang yang telah melakukan Program Pembayaran Jasa Lingkungan dalam upaya pengembangan hubungan hulu hilir bekerja sama dengan Yayasan Pengembangan Pedesaan. Sebelumnya, tidak ada kesadaran dari perusahaan-perusahaan tersebut untuk peduli terhadap kelestarian DAS yang menyediakan sumber air bagi keberlangsungan proses produksi mereka.
Disamping itu, pendekatan yang dilakukan oleh LSM lingkungan, ESP USAID lebih cenderung diterima oleh masyarakat dibandingkan dengan pendekatan program yang selama ini telah dilakukan oleh pemerintah yang berisi peraturan-peraturan yang mengekang masyarakat. Pendekatan yang dilakukan adalah menggunakan cara pendekatan secara cultural dan kreatif sesuai dengan keadaan social, budaya dan topografi masyarakat yang menjadi objek program. Dengan dilakukannya pendekatan secara cultural dan kreatif tersebut membuat program yang dilaksanakan menjadi lebih efektif dan efisien.
5. Aplikasi program solusi Diantara aplikasi program yang dilakukan oleh ESP USAID adalah usaha hutan rakyat yang dilakukan melalui unit-unit usaha. Satu unit usaha merupakan unit pengelolaan usaha hutan rakyat yang terdiri dari beberapa kelompok tani dengan luas lahan minimal 900 Ha. Usaha hutan rakyat dapat dikembangkan pada lahan milik atau lahan yang dibebani hak-hak lainnya di luar kawasan hutan yang memenuhi persyaratan untuk kegiatan hutan rakyat yang bertujuan disamping untuk rehabilitasi lahan juga menghasilkan kayu rakyat. Kegiatan pengelolaan hutan rakyat berupa Pembuatan Hutan Rakyat / Kebun Rakyat, yaitu penanaman lahan kosong dan pekarangan di luar kawasan hutan oleh masyarakat dengan jenis tanaman keras, MPTS (Multi Purpose Trees Spesies), dan buah-buahan. Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh penutupan lahan yang optimal untuk mengendalikan lahan kritis, menghasilkan kayu bakar, kayu bangunan, untuk keperluan masyarakat lokal, konservasi tanah, memperbaiki iklim mikro dan tata air serta lingkungan. ESP juga melakukan kegiatan reboisasi. Reboisasi adalah upaya pembuatan tanaman jenis pohon hutan pada kawasan hutan rusak berupa lahan kosong / terbuka, alang-alang, atau semak belukar dan hutan rawang untuk mengembalikan fungsi hutan. Disamping resboisasi, sabuk hijau juga menjadi salah satu program ESP USADI. Sabuk Hijau (Green Belt) adalah hutan yang tumbuh pada kawasan sekitar bendungan /waduk / danau pada daratan sepanjang tepian danau / bendungan / waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik bendungan / waduk / danau. Pada kawasan ini tidak diperbolehkan melakukan penebangan pohon dan melakukan pengolahan tanah.
Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa khususnya penduduk yang tinggal di daerah hulu, ESP USAID juga memberikan program Kebun Bibit Desa, Kebun Bibit Desa adalah unit persemaian yang tidak permanen yang dibuat untuk menyediakan bibit dalam pecan penghijauan di sekitar desa lokasi kegiatan. Kebun Bibit Desa ini dikelola oleh kelompok tani pelaksana penghijauan / pembangunan hutan / kebun rakyat. Untuk 1 (satu) unit Kebun Bibit Desa mempunyai luas 0,25 Ha. Hutan Kota juga menjadi salah satu program ESP, Hutan Kota adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan yang bertumbuhan pohon-pohonan yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh Pejabat yang berwenang.
6. Biaya yang dibutuhkan dan yang menanggung biaya
Dari sejumlah potensi produksi air dari masing-masing pengelola kawasan dapat dihitung berapa besar biaya yang seharusnya diterima sebagai kompensasi atas jasa air yang digunakan oleh para pemanfaat ( PDAM, PLN dan Industri ) dengan mengetahui tarif air / nilai lingkungan. Tarif ini dihitung dengan menggunakan analisa full costing dari seluruh komponen biaya yang dikeluarkan oleh pengelola sumberdaya air (PJT I). Hasil analisa biaya ini dapat diketahui jumlah nilai lingkungan dari para pemanfaat air yang mempunyai nilai pasar/ komersil yaitu sebesar Rp.183.830.000.000 (Nurfatriani, 2006). Selanjutnya untuk mengetahui berapa besar nilai lingkungan komersil ini didistribusikan kepada pengelola kawasan dihitung dengan mengalikan besarnya persentase proporsi potensi produksi air dari masing-masing pengelola dengan nilai lingkungan secara keseluruhan.
PJT I Malang telah melakukan Program Pembayaran Jasa Lingkungan dalam upaya pengembangan hubungan hulu hilir bekerja sama dengan Yayasan Pengembangan Pedesaan.yang dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama selama 6 bulan (Oktober 2004 s/d Maret 2005) di desa Tlekung Kota Batu seluas 17,5 ha dan desa Bendosari Kec Pujon seluas 8 ha dengan jumlah anggaran sebesar Rp 44 000 000. Tahap kedua selama 3 bulan (Maret s/d Mei 2005) di desa Bendosari dengan luas 16,5 ha dan biaya sebesar Rp 15 790 000. Semua biaya berasal dari PJT I yang diberikan kepada petani yang telah melakukan upaya konservasi sumberdaya air dan tanah didaerah hulu DAS Brantas yang merupakan daerah tangkapan air (catchments areas).
7. Strategi untuk mendapatkan dukungan masyarakat, buat strategi!
Menurut Asdak (1999), dalam keterkaitan biofisik wilayah hulu-hilir suatu DAS, perlu adanya beberapa hal yang menjadi perhatian, yaitu sebagai berikut :
1. Kelembagaan yang efektif seharusnya mampu merefleksikan keterkaitan lingkungan biofisik dan sosial ekonomi dimana lembaga tersebut beroperasi. Apabila aktifitas pengelolaan di bagian hulu DAS akan menimbulkan dampak yang nyata pada lingkungan biofisik dan/atau sosial ekonomi di bagian hilir dari DAS yang sama, maka perlu adanya desentralisasi pengelolaan DAS yang melibatkan bagian hulu dan hilir sebagai satu kesatuan perencanaan dan pengelolaan.
2. Eksternalities, adalah dampak (positif/negatif) suatu aktifitas/program dan atau kebijakan yang dialami/dirasakan di luar daerah dimana program/kebijakan dilaksanakan. Dampak tersebut seringkali tidak terinternalisir dalam perencanaan kegiatan. Dapat dikemukakan bahwa negative externalities dapat mengganggu tercapainya keberlanjutan pengelolaan DAS bagi : (a) masyarakat di luar wilayah kegiatan (spatial externalities), (b) masyarakat yang tinggal pada periode waktu tertentu setelah kegiatan berakhir (temporal externalities), dan (c) kepentingan berbagai sektor ekonomi yang berada di luar lokasi kegiatan (sectoral externalities).
3. Dalam kerangka konsep “externalities”, maka pengelolaan sumberdaya alam dapat dikatakan baik apabila keseluruhan biaya dan keuntungan yang timbul oleh adanya kegiatan pengelolaan tersebut dapat ditanggung secara proporsional oleh para actor (organisasi pemerintah, kelompok masyarakat atau perorangan) yang melaksanakan kegiatan pengelolaan sumberdaya alam (DAS) dan para aktor yang akan mendapatkan keuntungan dari adanya kegiatan tersebut. Pada penanganan DAS bagian hulu diarahkan pada kawasan budidaya (pertanian) karena secara potensial proses degradasi lebih banyak terjadi pada kawasan ini. Untuk itu agar proses terpeliharanya sumberdaya tanah (lahan) akan terjamin, maka setiap kawasan pertanian atau budidaya tersedia kelas-kelas kemampuan dan kelas kesesuaian lahan. Dengan tersedianya kelas kemampuan dan kelas kesesuaian ini, pemanfaatan lahan yang melebihi kemampuannya dan tidak sesuai jenis penggunaannya dapat dihindari. Kelembagaan disini adalah LSM Lingkungan yaitu ESP USAID yang ikut menjembatani pemberian sarana dan prasarana dalam mendukung program yang dicanangkan kepada pemerintah dan pihak swasta yang terkait dalam menggunakan dan memanfaatkan sumber daya DAS Brantas. Dengan adanya ESP USAID, pendanaan untuk pembangunan dan pelestarian DAS Brantas dapat diproleh. Alasan penting mengapa ESP sangat berperan penting dalam siklus pengelolaan DAS terpadu adalah dikarenakan pendekatan yang dilakukan oleh LSM lingkungan ini cukup efektif,

PENUTUP
Kesimpulan
DAS Brantas merupakan Daerah Aliran Sungai yang ada di Daerah Brantas Jawa Timur, dengan Sungai Brantas merupakan Sungai terbesar kedua di Pulau Jawa, Salah Satu masalah yang diangkat dalam DAS di brantas ini cukup Kompleks dan banyak, yaitu dengan banyaknya problematika antara pendanaan, dari jasa lingkungan DAS tersebut, banyak dari stakeholder yang tidak bertanggung jawab atas bagaimana kelestarian DAS tersebut sehingga untuk menanggulanginya LSM lah yang bekerja, salah satu masalah lainnya ada dengan Kualitas Air akibat beberapa pencemaran baik itu dari Perusahaan industry-industri yang membuang limbah mereka secara sembarangan.




















 
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 1999. “DAS sebagai Satuan Monitoring dan Evaluasi Lingkungan: Air sebagai Indikator Sentral”, Seminar Sehari PERSAKI DAS sebagai Satuan Perencanaan Terpadu dalam Pengelolaan Sumber Daya Air, 21 Desember 1999. Jakarta.
Dinas Kehutanan Jatim. Bahan Konsultasi Publik Draft Raperda Pengelolaan Jasa Lingkungan Sumberdaya Hutan. Kerjasama dengan MFP dan DFID, 2006
ESP USAID. 2010. PROGRAM JASA LINGKUNGAN “Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Pelestarian Keanekaragaman Hayati”. Surabaya
Kirsfianti, 2006 Kajian Optimal Luas, Jenis dan Proporsi Vegetasi serta Posisi Hutan Lindung Terhadap Produksi Air di DAS
Nurfatriani F, dkk. 2006. Kajian Nilai Ekonomi Manfaat Hidrologis Hutan Lindung. Laporan Hasil Penelitian. Puslit Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Tidak Diterbitkan.
Keputusan Mentri Pekerjaan Umum. 2010 . Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Brantas.


 

No comments:

LIRIK LAGU TERBARU ROHAKKU - JUN MUNTHE