Tugas Matakuliah
PEH dan Daerah Aliran Sungai Medan , April 2014
PENGELOLAAN
PERMASALAHAN DAS BRANTAS
DI JAWA TIMUR
Dosen Pengajar:
Jamilah S.P, M.
P
Disusun Oleh:
HUT 6D
San France Manik
111201125
Haryono J. Siburian 111201144
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Pengelolaan Ekosistem
Hutan dan Daerah Aliran Sungai ini dengan baik dan tepat waktu.
Penulisan
laporan yang berjudul “Pengelolaan
Permasalahan DAS Brantas Di Jawa Timur”
ini merupakan salah satu tugas
dalam mata kuliah Pengelolaan
Ekosistem Hutan dan Daerah Aliran Sungai, di Program Studi Kehutanan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang bertujuan Untuk
mengetahui bagaimana Pengelolaan atas Permasalah DAS Brantas di Jawa Timur.
Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini mendapat banyak bantuan yang
diberikan kepada penulis. Untuk
itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen Pengajar Jamilah S.P,
M. P yang telah memberikan materi dengan baik dan jelas.
Dalam
penulisan Tugas ini, masih banyak kesalahan yang terjadi baik dalam penulisan
maupun penyajian. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna kesempurnaan laporan ini.
Semoga laporan ini berguna dan
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, April
2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR............................................ i
DAFTAR ISI.......................................................... ii
DAFTAR GAMBAR............................................. iii
PENDAHULUAN
Latar
Belakang.................................................. 1
Tujuan................................................................. 2
PEMBAHASAN
Kondisi DAS
Brantas........................................ 3
Permasalahan
pada DAS Brantas..................... 5
Tindakan
Pengelolaan atas Permasalahan Tersebut.............. 6
Masalah dan
Solusi DAS Brantas...................... 8
PENUTUP
Kesimpulan....................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR
GAMBAR............................................. 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
WS Brantas merupakan WS terbesar kedua
di Pulau Jawa, terletak di Propinsi Jawa Timur pada 110°30' BT sampai 112°55'
BT dan 7°01' LS sampai 8°15' LS. Sungai Brantas mempunyai panjang ± 320 km dan
memiliki luas wilayah sungai ± 14.103 km yang mencakup ± 25% luas Propinsi Jawa Timur
atau ± 9% luas Pulau Jawa. WS Brantas terdiri dari 4 (empat) Daerah Aliran
Sungai (DAS) yaitu DAS Brantas, DAS Tengah dan DAS Ringin Bandulan serta DAS
Kondang Merak. Peta lokasi wilayah sungai Brantas dapat dilihat pada Gambar.
Hingga saat ini Wilayah Kali Brantas (
DAS Brantas ) dengan 39 anak sungainya merupakan salah satu sumber air bagi
wilayah Propinsi Jawa Timur. dimana Perusahaan Umum Jasa Tirta (PJT ) I sebagai
salah satu pengelola sumberdaya air mempunyai beberapa bangunan waduk yang
tersebar hingga ke Kali Bengawan Solo dengan 25 wilayah anak sungai. PJT
didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No 5 tahun 1990 dan berkembang
menjadi PJT I melalui Peraturan Pemerintah No 93 tahun 1999. Pengelolaannya dibawah koordinasi Dinas
Pekerjaan Umum Pengairan Propinsi dan
UPTD ( Balai Pengelola Sumberdaya
Air Wilayah Sungai dan Depo Peralatan Pengairan). BPSDA Wilayah Sungai di Jawa
Timur terdiri dari 9 Balai yang berkedudukan di 9 Kabupaten ( terlampir ).
Sebagai pengelola sumber air baku PJT melakukan berbagai usaha antara lain
menjaga dan melestarikan kuantitas dan peningkatan kualitas sumber daya air .
Sungai Brantas mempunyai Daerah Pengaliran Sungai (DPS) seluas 11 800 km2 atau
25 % dari luas propinsi Jawa Timur dengan panjang sungai 320 km.
Pemanfaatan sumber daya air untuk
berbagai keperluan, di satu pihak terus meningkat dari tahun ke tahun, tetapi
di lain pihak ketersedian sumber daya air semakin terbatas. Gunung Anjasmoro
yang berada dikawasan hutan lindung merupakan sumber air bagi masyarakat dan
beberapa pengusaha misalnya pengusaha jamur, tanaman bunga dan peternakan
Sumber daya air adalah aspek vital yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia, untuk dan demi peradaban manusia, tanpa pengembangan sumber daya air,
peradaban manusia tidak akan mencapai tingkat yang dinikmati saat ini.. Untuk
memenuhi kebutuhan air yang terus meningkat, diperlukan suatu perencanaan
terpadu yang berbasis wilayah sungai guna menentukan langkah dan tindakan yang
harus dilakukan agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut dengan mengoptimalkan
potensi pengembangan sumber daya air (SDA), melindungi, melestarikan dan
meningkatkan nilai SDA dan lahan.
Mengingat pengelolaan sumber daya air
secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan hidup merupakan masalah
yang kompleks dan melibatkan semua pihak, baik sebagai pengguna, pemanfaat
maupun pengelola, maka tidak dapat dihindari perlunya upaya bersama untuk mulai
mempergunakan pendekatan one river basin, one plan and one integrated management.
Keterpaduan dalam perencanaan, kebersamaan dalam pelaksanaan dan kepedulian
dalam pengendalian sudah waktunya diwujudkan.
Tujuan
ü Mengetahui
Kondisi DAS Brantas
ü Mengetahui
Permasalah DAS Brantas
ü Mengetahui
Tindakan Penyelesaian Atas Permasalah DAS Brantas
ü Mengetahui
Masalah dan Solusi Penyelesaian DAS Brantas
PEMBAHASAN
·
Kondisi
DAS Brantas
Kondisi
Sosial Ekonomi
WS Brantas didefinisikan sebagai
gabungan dari wilayah 9 (sembilan) Kabupaten dan 6 (enam) Kota sebagai berikut
: Kabupaten : Sidoarjo, Mojokerto, Malang, Blitar, Kediri, Nganjuk, Jombang, Tulungagung
dan Trenggalek. Kota : Surabaya,
Mojokerto, Malang, Kediri, Blitar dan Batu Tahun 1995, penduduk kabupaten/kota di WS Brantas
berjumlah 13.668.662 jiwa, meningkat menjadi sekitar 15.901.645 jiwa pada tahun
2005 (pertumbuhan rata-rata sebesar 0,99 % per tahun). Jumlah penduduk pada tahun 2005
tersebut merupakan 42,89% penduduk Propinsi Jawa Timur atau 7,2% penduduk
Indonesia
Mata pencaharian utama terdapat pada
sektor pertanian (pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dll. Pendapatan
Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita WS Brantas tahun 2005 sekitar Rp.
9,89 juta, lebih tinggi daripada PDRB per kapita Propinsi Jawa Timur sebesar
Rp. 7,0 juta. Sektor pertanian pada PDRB
Propinsi Jawa Timur tahun 2005 memberikan kontribusi ekonomi sebesar Rp. 69,5 triliun atau
sekitar 17,2% dari PDRB keseluruhan. Selama tahun 2001 – 2005 sektor pertanian
mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 10,8% per tahun.
Tahun 2005, hutan di WS Brantas tercatat
sebesar 356,1 ribu ha atau sekitar 31,3% dari luas hutan di Propinsi Jawa
Timur, yang terdiri dari hutan produksi seluas 255,4 ribu ha dan hutan lindung
seluas 100,7 ribu ha. Luas tebangan hutan selama tahun 2000 – 2005 mengalami
penurunan rata-rata sebesar 13,1% per
tahun dari 3.975 ha pada tahun 2000 menjadi 1.376 ha pada tahun 2005, dimana
luasan tersebut didominasi oleh kayu jati sebesar 58,3%. Konsumsi energi listrik di WS Brantas
diperkirakan sebesar 10,4 juta MWh atau sebesar 63,6% dari total konsumsi
Propinsi Jawa Timur. Konsumsi energi listrik terbesar diserap oleh Surabaya
sebesar 5,5 juta MWh (53,1%). Produksi air minum di WS Brantas sebesar 253,5
juta m3 atau sebesar 73,1%
dari produksi air minum Propinsi Jawa Timur.
Jumlah pelanggan Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) di WS Brantas sampai dengan tahun 2005 berjumlah 639,6 ribu
pelanggan atau sekitar 61,1% dari total
pelanggan PDAM di Propinsi Jawa Timur.
Obyek wisata di WS Brantas terdapat wisata alam pegunungan di Kota
Batu dan Kabupaten Malang, wisata pantai di Kabupaten Malang, Tulungagung dan
Kota Surabaya, wisata air di wilayah Kabupaten Malang, Tulungagung dan Kota
Surabaya, serta wisata sejarah/kepurbakalaan di Kabupaten Mojokerto, Malang dan
Blitar. Sektor industri pengolahan (industri non migas) di Propinsi Jawa Timur
pada tahun 2005 memiliki nilai ekonomi Rp. 121,0 triliun. Sektor ini merupakan
penyumbang terbesar pada PDRB Propinsi Jawa Timur dan bertumbuh 19,8% pada
tahun 2005 dibanding tahun 2004 serta selama periode 2001 – 2005 mengalami
pertumbuhan rata-rata 18,6%
per tahun.
Jumlah pemegang Surat Ijin Penambangan
Daerah (SIPD) pada tahun 2005 di WS Brantas sebanyak 104 SIPD dengan luas
1.289,5 Ha. Potensi bahan galian di WS Brantas terdapat di daerah :
- Kabupaten Blitar : batu kapur, batu
bintang, feldspar, marmer, bentonit,
phyropilit, zeolit dan pasir besi.
- Kabupaten Malang : batu kapur, feldspar, tanah liat, marmer,
bentonit,
phyropilit, zeolit dan pasir besi
- Kabupaten Trenggalek : batu kapur, phospat, feldspar, tanah liat,
marmer dan
Phyropilit
- Kabupaten Tulungagung : batu kapur, feldspar, marmer dan pasir besi
- Kabupaten Mojokerto : tanah liat dan yodium
- Kabupaten Nganjuk : onyx
Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto
(PDB) Indonesia pada tahun 2002 adalah sekitar Rp. 1.610.012 milyar dan per
kapita PDB adalah Rp. 7,5 juta. Laju pertumbuhan tahunan PDB pada tahun 1996,
sebelum krisis ekonomi adalah sekitar 7,8% dan PDB per kapita adalah sekitar
5,9% dimana pertumbuhan ini tergolong tinggi. Sebagai akibat krisis ekonomi,
terjadi penurunan sebesar 13% pada tahun 1998.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) WS Brantas pada tahun 2003
adalah sekitar Rp 150,6 triliun atau sekitar 59% PDRB Jawa Timur (Rp 254,4
triliun) dan 8% PDB Nasional (Rp 1.786,7
triliun). Pertumbuhan PDRB WS Brantas dalam kurun waktu 1993 sampai 2003
mencapai sekitar 2,7% di atas pertumbuhan PDB Indonesia (1,0%) dan PDRB Jawa
Timur (2,5%).
Kondisi
Hidrologi
Data curah hujan yang dipakai dalam analisa berasal dari
pengukuran dan pencatatan 49 stasiun penakar hujan on line dan off line dengan
panjang pencatatan selama 15 tahun (mulai tahun 1991 – 2005). Temperatur tertinggi di bulan Nopember 35,6°C
dan terendah di bulan Juli 18,1 kelembaban 32 sampai 98 persen. Kondisi berawan
(mendung) paling banyak terjadi di bulan Pebruari dan Desember. Rata-rata lama
penyinaran matahari pada bulan Pebruari sebesar 52 persen, bulan Desember
sebesar 46,1 persen. Tekanan udara tertinggi mencapai 1.012,4 milibar yang
terjadi di bulan September dan terendah 1.009,2 milibar yang terjadi di bulan
Pebruari. Kecepatan angin tertinggi 7,4 knot pada bulan Juli yang berhembus ke
arah Timur dan terendah 4,3 knot pada bulan Maret yang berhembus ke arah Timur.
·
Permasalah
Pada DAS Brantas
Kualitas Air
Dengan berkembangnya kota-kota besar yang dilalui aliran sungai
Brantas, mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan air bersih dan air baku. Di
samping itu, semakin tingginya konsentrasi penduduk dan industri di daerah
perkotaan menimbulkan masalah antara lain timbulnya daerah kumuh di tepi
sungai, menurunnya kualitas air sungai dan bencana banjir akibat terganggunya
aliran air, baik karena banyaknya sampah, pendangkalan maupun berkurangnya
lebar sungai. Sumber pencemar dominan yang mencemari sungai Brantas adalah
sebagai berikut :
a.
Limbah industry
Di WS Brantas terdapat 483 industri yang
berpotensi membuang limbahnya yang berpengaruh langsung pada kualitas air
sungai. Berdasarkan Surabaya River Pollution Control Action Plan Study
yang dilakukan pada tahun 1999 diperoleh hasil beban BOD netto sebesar
125 ton BOD/hari.
b. Limbah domestik
Limbah domestik (rumah tangga, hotel,
restoran, dan lain-lain) adalah sumber yang paling besar memberikan kontribusi
limbah pada WS Brantas yaitu sebesar 205 ton BOD/hari (Berdasarkan Surabaya River
Pollution Control Action Plan Study, 1999).
c. Limbah pertanian
Sumber pencemar dari pertanian berasal
dari sisa pestisida dan pupuk an-organik dan yang mengalir ke sungai bersama
dengan sisa air irigasi. Pencemaran ini umumnya terjadi pada saat musim hujan.
Dampak yang terjadi akibat limbah pertanian tersebut adalah terjadinya
eutrofikasi perairan di waduk (terutama di Waduk Sutami).
Permasalahan Dalam
Pengendalian Pencemaran
Permasalahan yang dihadapi dalam upaya
pengendalian pencemaran di WS Brantas, antara lain :
a. Sejak dilaksanakan Program Kali
Bersih, pengendalian pada sumber pencemar hanya dilaksanakan pada limbah
industri. Pengendalian limbah domestik belum dilaksanakan, padahal berdasarkan
penelitian beban pencemaran limbah domestik mencapai 62% dari total beban yang masuk sungai.
b. Penegakan hukum terhadap pencemar
masih lemah, karena masih mempertimbangan aspek sosial, ekonomi, kesempatan
kerja dan lain sebagainya.
c. Banyak industri yang kapasitas
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)-nya lebih kecil dari limbah yang
diproduksi, sehingga buangan limbahnya tidak memenuhi baku mutu yang
ditetapkan.
d. Pengendalian pencemaran air merupakan
masalah yang kompleks, memerlukan dana besar dan waktu
panjang serta memerlukan komitmen semua pihak yang berkepentingan.
e. Banyaknya permukiman yang didirikan
di daerah sempadan sungai mengakibatkan banyak sampah dan limbah domestik
langsung dibuang ke sungai.
f. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk
ikut berpartisipasi dalam memberikan
kontrol sosial yang positif (aktif-konstruktif).
·
Tindakan
Pengelolaan atas Permasalahan Tersebut
Tindakan yang dilakukan untuk penyelesaian atas
permasalahan tersebut salah satunya adalah dengan sistem pemantauan Dalam rangka pengendalian pencemaran, perlu dilakukan
pemantauan kualitas air secara berkesinambungan, sehingga dari hasil pemantauan
tersebut akan menghasilkan informasi kualitas air sungai Brantas dan
sumber-sumber pencemar secara menyeluruh.
Hasil pemantauan kualitas air di WS Brantas dilaporkan secara rutin
(triwulanan dan tahunan) kepada Gubernur, BAPEDALDA Propinsi Jawa Timur,
BAPEDALDA Kabupaten dan Kota, dan Dinas/Instansi terkait. Sedangkan untuk PDAM
Surabaya dan PDAM Tawangsari dilaporkan periodik bulanan. Diharapkan dari data
yang diinformasikan tersebut dapat ditindaklanjuti agar kualitas air sungai
terutama di sungai Kali Surabaya dapat memenuhi baku mutu yang ditetapkan
sesuai dengan peruntukannya.
Sistem
Pemantauan
a. Sistem off–line
Saat ini di WS Brantas telah dilakukan
kegiatan pemantauan kualitas air sungai secara manual (off-line) oleh
beberapa instansi, antara lain Dinas PU Pengairan Propinsi Jawa Timur, BAPEDAL
Propinsi Jawa Timur, BTKL dan Perum Jasa Tirta (PJT) I. Pemantauan kualitas air
secara manual dilakukan pada :
• 51 lokasi titik pantau di sungai Brantas
(termasuk di waduk).
• 53 lokasi titik pantau limbah
industri.
• 10 lokasi titik pantau limbah
domestik.
b. Sistem on–line
Pada dasarnya sistem monitoring kualitas
air on-line/real time bertujuan untuk mendapatkan informasi secara cepat dan
terpercaya untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan pembuatan perencanaan dan
keputusan. Peralatan yang digunakan harus mempunyai kemampuan dalam memberikan
informasi dengan komunikasi yang didukung 4 (empat) komponen utama, yaitu: • Data Acquisition
Terdiri dari suatu jaringan stasiun
pemantauan kualitas air yang dibangun di
suatu area tertentu. Fungsi stasiun-stasiun ini untuk melakukan
pengukuran terhadap parameter-parameter yang dikehendaki.
• Data Transmission
Merupakan perangkat komunikasi data
serta media komunikasi data yang menghubungkan antara Master Station
dengan stasiun pemantau kualitas air. Dalam hal ini media komunikasi data yang
digunakan adalah saluran telepon.
• Central Processing Station (Master
Station)
Berfungsi sebagai pengolah data menjadi
informasi dengan menampilkannya dalam beberapa
struktur/model sesuai yang diinginkan. Semua data yang diterima dari stasiun
pemantau kualitas air akan disimpan dan selanjutnya diproses menjadi informasi.
• Information Distribution
Seluruh informasi hasil pengolahan dari Master
Station dapat didistribusikan ke tempat lain,
sehingga semua pihak yang berkepentingan dapat juga memperoleh informasi/data
tersebut. Distribusi informasi/data dilakukan melalui internet. Sampai saat
ini, dua puluh tiga (23) stasiun pemantauan kualitas air on-line/real time telah
dibangun di WS Brantas.
·
MASALAH DAN SOLUSI DAS BRANTAS
1. Masalah DAS yang ditetapkan setelah
kunjungan lapang DAS Brantas bagian hulu mempunyai peran penting, terutama
sebagai tempat penyedia air untuk dialirkan ke
bagian hilirnya. Oleh karena itu bagian hulu DAS Brantas khususnya
kawasan lindung (Perum Perhutani, TNBTS dan Tahura Suryo) seringkali mengalami
konflik kepentingan dalam penggunaan lahan, terutama untuk kegiatan pertanian,
pariwisata, pertambangan, serta permukiman. Mengingat DAS bagian hulu mempunyai
keterbatasan kemampuan, maka setiap kesalahan pemanfaatan akan berdampak
negatif pada bagian hilirnya.Pada prinsipnya, DAS bagian hulu dapat dilakukan
usaha konservasi dengan mencakup aspek-aspek yang berhubungan dengan suplai
air. Secara ekologis, hal tersebut berkaitan dengan ekosistem tangkapan air
(catchment ecosystem) yang merupakan rangkaian proses alami daur hidrologi.
Permasalahan
pengelolaan DAS dapat dilakukan melalui suatu pengkajian komponen-komponen DAS
dan penelusuran hubungan antar komponen yang saling berkaitan, sehingga
tindakan pengelolaan dan pengendalian yang dilakukan tidak hanya bersifat
parsial dan sektoral, tetapi sudah terarah pada penyebab utama kerusakan dan
akibat yang ditimbulkan, serta dilakukan secara terpadu. Salah satu persoalan
pengelolaan DAS dalam konteks wilayah adalah letak hulu sungai yang biasanya
berada pada suatu kabupaten tertentu dan melewati beberapa kabupaten serta
daerah hilirnya berada di kabupaten lainnya. Oleh karena itu, daerah-daerah
yang dilalui harus memandang DAS sebagai suatu sistem terintegrasi, serta
menjadi tanggung jawab bersama.
2. Stakeholder yang terkena dampak dan berbagai dampak yang disebabkan
Instansi yang terkena dampak bukan hanya instansi yang tidak menggunakan air secara non komersial, namun juga termasuk yang menggunakannya secara komersial. Misalnya saja dari perusahaan jasa tirta, perusahaan air minum serta perusahaan-perusahaan lain yang juga mempunyai kepentingan dengan air sehat. Instansi / stakeholder yang berfungsi sebagai pengelola SDA atau penyedia air yang mempunyai nilai komersil baik untuk kebutuhan Perusahaan Listrik Negara (PLN) serta Perusahaan Air Minum (PAM) maupun industri yang berskala besar adalah Perusahaan Jasa Tirta (PJT) yang penyalurannya berasal dari waduk. Sedangkan stakeholder yang berfungsi sebagai pengelola sumber mata air di kawasan hulu yang bersifat non komersil terutama untuk pemanfaatan perkebunan, irigasi persawahan, peternakan maupun rumah tangga adalah para pengelola kawasan. Pola pengelolaan sumber daya air menurut UU no 7 merupakan dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi kegiatan konservasi, pendayagunaan dan pengendalian kerusakan SDA. Sehingga pola ini perlu disusun secara terkoordinasi diantara instansi-instansi yang terkait berdasarkan azas kelestarian, keseimbangan fungsi sosial – ekonomi – lingkungan serta azas manfaat umum dan melibatkan peran masyarakat yang selanjutnya dituangkan dalam rencana penyusunan program pengelolaan sumberdaya air Ada 2 macam pemanfaatan air yaitu : pemanfaatan air komersial dan pemanfaatan air non komersial ( Nurfatriani, 2006 ).
2. Stakeholder yang terkena dampak dan berbagai dampak yang disebabkan
Instansi yang terkena dampak bukan hanya instansi yang tidak menggunakan air secara non komersial, namun juga termasuk yang menggunakannya secara komersial. Misalnya saja dari perusahaan jasa tirta, perusahaan air minum serta perusahaan-perusahaan lain yang juga mempunyai kepentingan dengan air sehat. Instansi / stakeholder yang berfungsi sebagai pengelola SDA atau penyedia air yang mempunyai nilai komersil baik untuk kebutuhan Perusahaan Listrik Negara (PLN) serta Perusahaan Air Minum (PAM) maupun industri yang berskala besar adalah Perusahaan Jasa Tirta (PJT) yang penyalurannya berasal dari waduk. Sedangkan stakeholder yang berfungsi sebagai pengelola sumber mata air di kawasan hulu yang bersifat non komersil terutama untuk pemanfaatan perkebunan, irigasi persawahan, peternakan maupun rumah tangga adalah para pengelola kawasan. Pola pengelolaan sumber daya air menurut UU no 7 merupakan dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi kegiatan konservasi, pendayagunaan dan pengendalian kerusakan SDA. Sehingga pola ini perlu disusun secara terkoordinasi diantara instansi-instansi yang terkait berdasarkan azas kelestarian, keseimbangan fungsi sosial – ekonomi – lingkungan serta azas manfaat umum dan melibatkan peran masyarakat yang selanjutnya dituangkan dalam rencana penyusunan program pengelolaan sumberdaya air Ada 2 macam pemanfaatan air yaitu : pemanfaatan air komersial dan pemanfaatan air non komersial ( Nurfatriani, 2006 ).
Para pengelola
kawasan lindung (Perum Perhutani, TNBTS dan Tahura Suryo) selayaknya menerima
konpensasi dari para pemanfaat air dari hulu sampai ke hilir, karena selaku
pengelola kawasan sangat berpengaruh terhadap ketersediaan dan kualitas air.
Berapa manfaat yang harus diterima oleh pengelola kawasan dapat diketahui
dengan menghitung berapa potensi debit air yang dapat diproduksi dari
masing-masing kawasan dengan nilai eksternal berupa nilai dampak terhadap
lingkungan yang harus dikembalikan ke hulu. Berdasarkan hasil analisa dengan
Citra Landsat pada masing-masing Sub DAS dan Sub-sub DAS menunjukkan bahwa
sebagai pengelola kawasan dibagian hulu dari ketiga stakeholder terkait yang
berpotensi dapat menghasilkan air antara lain Perum Perhutani (KPH Malang)
dengan luas areal 5.274,72 ha , 2 975,94 ha untuk kawasan TNBTS dan 6 224,85 ha
untuk kawasan Tahura Suryo. Sedangkan rata-rata potensi produksi air yang dapat
dihasilkan selama 3 tahun pengamatan adalah 73,37 juta m3 untuk Perum
perhutani, 41,48 juta m3 untuk TNBTS dan 83,88 juta m3 untuk Tahura Suryo
(Kirsfianti 2006).
3. Program solusi yang dilakukan oleh
stakeholder terkait
Kelembagaan yang efektif seharusnya mampu merefleksikan keterkaitan lingkungan biofisik dan sosial ekonomi dimana lembaga tersebut beroperasi. Apabila aktifitas pengelolaan di bagian hulu DAS akan menimbulkan dampak yang nyata pada lingkungan biofisik dan/atau sosial ekonomi di bagian hilir dari DAS yang sama, maka perlu adanya desentralisasi pengelolaan DAS yang melibatkan bagian hulu dan hilir sebagai satu kesatuan perencanaan dan pengelolaan.
Kelembagaan yang efektif seharusnya mampu merefleksikan keterkaitan lingkungan biofisik dan sosial ekonomi dimana lembaga tersebut beroperasi. Apabila aktifitas pengelolaan di bagian hulu DAS akan menimbulkan dampak yang nyata pada lingkungan biofisik dan/atau sosial ekonomi di bagian hilir dari DAS yang sama, maka perlu adanya desentralisasi pengelolaan DAS yang melibatkan bagian hulu dan hilir sebagai satu kesatuan perencanaan dan pengelolaan.
PJT I Malang
telah melakukan Program Pembayaran Jasa Lingkungan dalam upaya pengembangan
hubungan hulu hilir bekerja sama dengan Yayasan Pengembangan Pedesaan.
Pemanfaatan air non komersial di kawasan hulu DAS Brantas digunakan untuk
pertanian yang berada di bawah pengelolaan Tahura Suryo. Pengusaha pertanian
yang menggunakan sumber mata air melalui pipa-pipia paralon dan tendon-tandon
antara lain : pengusaha bunga, pengusaha jamur dan pengusaha peternakan ayam.
Penghijauan dan reboisasi yang dilakukan oleh para pengusaha disekitar
kawasannya bekerjasama dengan instansi kehutanan dan LSM Lingkungan ESP USAID
dalam rangka melestarikan kawasan disekitar sumber mata air. Sedangkan
pemanfaatan air oleh masyarakat / petani dikawasan hulu DAS Brantas dibawah
pengelolaan TNBTS terutama untuk petani sayuran dan kebutuhan untuk air minum
dan MCK. Pemanfaatan lahan ini untuk pertanian tidak lepas dari konflik yang
terjadi antara masyarakat dengan pengelola kawasan, karena topografi lokasi sangat
rentan akan erosi. Sehingga diperlukan kesepakan untuk kepentingan
masing-masing dimana masyarakat membutuhkan sumber mata air dan pengelola perlu
kelestarian lahan. Kesepakatan dilakukan melalui kegiatan penanaman jalur hijau
( green belt ) (Dinas Kehutanan Jatim, 2006).
Disamping itu
LSM lingkungan dari ESP USAID yang ikut berpartisipasi dalam menjaga
kelestarian lingkungan Daerah Aliran Sungai Brantas juga memberikan berbagai
program alternative dalam mengelola dan melestarikan DAS Brantas. ESP memfasilitasi
pendekatan partisipatif untuk perencanaan dan pengelolaan Daerah aliran sungai
atas, yang mulai pada tingkat masyarakat untuk pengaruh lapangan langsung serta
tingkat propinsi dan nasional untuk memastikan kebijakan yang memadai dan
bantuan anggaran untuk mempertahankan dan memperluas pengaruh.
ESP membantu
peran serta masyarakat dalam pengelolaan Daerah aliran sungai melalui
fasilitasi Sekolah Lapangan. Pendekatan pendidikan dewasa ini menyatukan proses
Penilaian Mata Pencaharian berkelanjutan di dalam kerangka kerja ekologi air,
dan memungkinkan masyarakat untuk memperoleh kontrol yang lebih besar terhadap
mata pencaharian mereka dan lingkungan di mana mereka tinggal.
Melalui sekolah lapangan lebih dari tiga bulan, peserta belajar bagaimana menerapkan keterampilan dalam rehabilitasi lahan, pelestarian keanekaragaman hayati, air bersih dan sanitasi berbasis masyarakat, dan perubahan perilaku kesehatan dan kebersihan.
ESP memastikan pengaruh dan keberlanjutan pengelolaan daerah aliran sungai dan kerja pelestarian keanekaragaman hayati melalui pengembangan pembentukan Forum Manajemen Daerah aliran sungai dan Rencana Kerja. Digunakan untuk masalah-masalah khusus, ekologi, budaya dan hubungan kelembagaan masing-masing Daerah aliran sungai, Forum multi-pihak ini memandu pengembangan kebijakan dan pelaksanaan Rencana Kerja. Forum ini menetapkan target-target dan memastikan bantuan anggaran untuk merehabilitasi lahan, pelestarian keanekaragaman hayati dan pengembangan masyarakat.
Melalui sekolah lapangan lebih dari tiga bulan, peserta belajar bagaimana menerapkan keterampilan dalam rehabilitasi lahan, pelestarian keanekaragaman hayati, air bersih dan sanitasi berbasis masyarakat, dan perubahan perilaku kesehatan dan kebersihan.
ESP memastikan pengaruh dan keberlanjutan pengelolaan daerah aliran sungai dan kerja pelestarian keanekaragaman hayati melalui pengembangan pembentukan Forum Manajemen Daerah aliran sungai dan Rencana Kerja. Digunakan untuk masalah-masalah khusus, ekologi, budaya dan hubungan kelembagaan masing-masing Daerah aliran sungai, Forum multi-pihak ini memandu pengembangan kebijakan dan pelaksanaan Rencana Kerja. Forum ini menetapkan target-target dan memastikan bantuan anggaran untuk merehabilitasi lahan, pelestarian keanekaragaman hayati dan pengembangan masyarakat.
Dimulai dengan
proses perencanaan ruang, ESP bekerja dengan para mitra untuk mengidentifikasi
dan memetakan lahan dan daerah krisis yang memiliki nilai pelestarian tinggi di
daerah aliran sungai atas. ESP bekerja dengan masyarakat setempat melalui
Sekolah Lapangan untuk mengembangkan pemeliharaan tanah, menanam benih dan
kemudian penanaman benih-benih di lahan kritis milik sendiri atau di lahan
kritis yang dikelola secara bersama-sama oleh masyarakat setempat dan
badan-badan lain. ESP juga memberi bantuan teknis kepada Departemen Kehutanan,
Perhutani dan berbagai inisiatif penghijauan kembali setempat untuk memastikan
keterlibatan masyarakat setempat dan manfaat. Dengan keterlibatan masyarakat
secara aktif dalam Forum Pengelolaan Daerah aliran sungai, perhatian khusus
diberikan kepada pembentukan pengaturan kepemilikan lahan secara jelas yang
memberi masyarakat insentif untuk berperan serta secara aktif dalam rehabilitasi
lahan. (ESP USAID, 2010)
4. Alasan tidak dilakukan sebelumnya Kegiatan
atau program yang dilakukan oleh instansi-instansi tersebut memang dirasa belum
pernah dilakukan sebelumnya. Misalnya saja dari PJT I Malang yang telah
melakukan Program Pembayaran Jasa Lingkungan dalam upaya pengembangan hubungan
hulu hilir bekerja sama dengan Yayasan Pengembangan Pedesaan. Sebelumnya, tidak
ada kesadaran dari perusahaan-perusahaan tersebut untuk peduli terhadap
kelestarian DAS yang menyediakan sumber air bagi keberlangsungan proses
produksi mereka.
Disamping itu,
pendekatan yang dilakukan oleh LSM lingkungan, ESP USAID lebih cenderung
diterima oleh masyarakat dibandingkan dengan pendekatan program yang selama ini
telah dilakukan oleh pemerintah yang berisi peraturan-peraturan yang mengekang
masyarakat. Pendekatan yang dilakukan adalah menggunakan cara pendekatan secara
cultural dan kreatif sesuai dengan keadaan social, budaya dan topografi
masyarakat yang menjadi objek program. Dengan dilakukannya pendekatan secara
cultural dan kreatif tersebut membuat program yang dilaksanakan menjadi lebih
efektif dan efisien.
5. Aplikasi
program solusi Diantara aplikasi program yang dilakukan oleh ESP USAID adalah
usaha hutan rakyat yang dilakukan melalui unit-unit usaha. Satu unit usaha
merupakan unit pengelolaan usaha hutan rakyat yang terdiri dari beberapa
kelompok tani dengan luas lahan minimal 900 Ha. Usaha hutan rakyat dapat
dikembangkan pada lahan milik atau lahan yang dibebani hak-hak lainnya di luar
kawasan hutan yang memenuhi persyaratan untuk kegiatan hutan rakyat yang
bertujuan disamping untuk rehabilitasi lahan juga menghasilkan kayu rakyat.
Kegiatan pengelolaan hutan rakyat berupa Pembuatan Hutan Rakyat / Kebun Rakyat,
yaitu penanaman lahan kosong dan pekarangan di luar kawasan hutan oleh
masyarakat dengan jenis tanaman keras, MPTS (Multi Purpose Trees Spesies), dan
buah-buahan. Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh penutupan lahan yang
optimal untuk mengendalikan lahan kritis, menghasilkan kayu bakar, kayu
bangunan, untuk keperluan masyarakat lokal, konservasi tanah, memperbaiki iklim
mikro dan tata air serta lingkungan. ESP juga melakukan kegiatan reboisasi.
Reboisasi adalah upaya pembuatan tanaman jenis pohon hutan pada kawasan hutan
rusak berupa lahan kosong / terbuka, alang-alang, atau semak belukar dan hutan
rawang untuk mengembalikan fungsi hutan. Disamping resboisasi, sabuk hijau juga
menjadi salah satu program ESP USADI. Sabuk Hijau (Green Belt) adalah hutan
yang tumbuh pada kawasan sekitar bendungan /waduk / danau pada daratan
sepanjang tepian danau / bendungan / waduk yang lebarnya proporsional dengan
bentuk dan kondisi fisik bendungan / waduk / danau. Pada kawasan ini tidak
diperbolehkan melakukan penebangan pohon dan melakukan pengolahan tanah.
Untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa khususnya penduduk yang tinggal di
daerah hulu, ESP USAID juga memberikan program Kebun Bibit Desa, Kebun Bibit
Desa adalah unit persemaian yang tidak permanen yang dibuat untuk menyediakan
bibit dalam pecan penghijauan di sekitar desa lokasi kegiatan. Kebun Bibit Desa
ini dikelola oleh kelompok tani pelaksana penghijauan / pembangunan hutan /
kebun rakyat. Untuk 1 (satu) unit Kebun Bibit Desa mempunyai luas 0,25 Ha.
Hutan Kota juga menjadi salah satu program ESP, Hutan Kota adalah suatu
kesatuan ekosistem berupa hamparan yang bertumbuhan pohon-pohonan yang kompak
dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak,
yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh Pejabat yang berwenang.
6. Biaya yang
dibutuhkan dan yang menanggung biaya
Dari sejumlah potensi produksi air dari masing-masing pengelola kawasan dapat dihitung berapa besar biaya yang seharusnya diterima sebagai kompensasi atas jasa air yang digunakan oleh para pemanfaat ( PDAM, PLN dan Industri ) dengan mengetahui tarif air / nilai lingkungan. Tarif ini dihitung dengan menggunakan analisa full costing dari seluruh komponen biaya yang dikeluarkan oleh pengelola sumberdaya air (PJT I). Hasil analisa biaya ini dapat diketahui jumlah nilai lingkungan dari para pemanfaat air yang mempunyai nilai pasar/ komersil yaitu sebesar Rp.183.830.000.000 (Nurfatriani, 2006). Selanjutnya untuk mengetahui berapa besar nilai lingkungan komersil ini didistribusikan kepada pengelola kawasan dihitung dengan mengalikan besarnya persentase proporsi potensi produksi air dari masing-masing pengelola dengan nilai lingkungan secara keseluruhan.
Dari sejumlah potensi produksi air dari masing-masing pengelola kawasan dapat dihitung berapa besar biaya yang seharusnya diterima sebagai kompensasi atas jasa air yang digunakan oleh para pemanfaat ( PDAM, PLN dan Industri ) dengan mengetahui tarif air / nilai lingkungan. Tarif ini dihitung dengan menggunakan analisa full costing dari seluruh komponen biaya yang dikeluarkan oleh pengelola sumberdaya air (PJT I). Hasil analisa biaya ini dapat diketahui jumlah nilai lingkungan dari para pemanfaat air yang mempunyai nilai pasar/ komersil yaitu sebesar Rp.183.830.000.000 (Nurfatriani, 2006). Selanjutnya untuk mengetahui berapa besar nilai lingkungan komersil ini didistribusikan kepada pengelola kawasan dihitung dengan mengalikan besarnya persentase proporsi potensi produksi air dari masing-masing pengelola dengan nilai lingkungan secara keseluruhan.
PJT I Malang
telah melakukan Program Pembayaran Jasa Lingkungan dalam upaya pengembangan
hubungan hulu hilir bekerja sama dengan Yayasan Pengembangan Pedesaan.yang
dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama selama 6 bulan (Oktober 2004 s/d Maret
2005) di desa Tlekung Kota Batu seluas 17,5 ha dan desa Bendosari Kec Pujon
seluas 8 ha dengan jumlah anggaran sebesar Rp 44 000 000. Tahap kedua selama 3
bulan (Maret s/d Mei 2005) di desa Bendosari dengan luas 16,5 ha dan biaya
sebesar Rp 15 790 000. Semua biaya berasal dari PJT I yang diberikan kepada
petani yang telah melakukan upaya konservasi sumberdaya air dan tanah didaerah
hulu DAS Brantas yang merupakan daerah tangkapan air (catchments areas).
7. Strategi untuk
mendapatkan dukungan masyarakat, buat strategi!
Menurut Asdak (1999), dalam keterkaitan biofisik wilayah hulu-hilir suatu DAS, perlu adanya beberapa hal yang menjadi perhatian, yaitu sebagai berikut :
Menurut Asdak (1999), dalam keterkaitan biofisik wilayah hulu-hilir suatu DAS, perlu adanya beberapa hal yang menjadi perhatian, yaitu sebagai berikut :
1.
Kelembagaan yang efektif seharusnya mampu merefleksikan keterkaitan lingkungan
biofisik dan sosial ekonomi dimana lembaga tersebut beroperasi. Apabila
aktifitas pengelolaan di bagian hulu DAS akan menimbulkan dampak yang nyata
pada lingkungan biofisik dan/atau sosial ekonomi di bagian hilir dari DAS yang sama,
maka perlu adanya desentralisasi pengelolaan DAS yang melibatkan bagian hulu
dan hilir sebagai satu kesatuan perencanaan dan pengelolaan.
2.
Eksternalities, adalah dampak (positif/negatif) suatu aktifitas/program dan
atau kebijakan yang dialami/dirasakan di luar daerah dimana program/kebijakan
dilaksanakan. Dampak tersebut seringkali tidak terinternalisir dalam
perencanaan kegiatan. Dapat dikemukakan bahwa negative externalities dapat
mengganggu tercapainya keberlanjutan pengelolaan DAS bagi : (a) masyarakat di
luar wilayah kegiatan (spatial externalities), (b) masyarakat yang tinggal pada
periode waktu tertentu setelah kegiatan berakhir (temporal externalities), dan
(c) kepentingan berbagai sektor ekonomi yang berada di luar lokasi kegiatan
(sectoral externalities).
3.
Dalam kerangka konsep “externalities”, maka pengelolaan sumberdaya alam dapat
dikatakan baik apabila keseluruhan biaya dan keuntungan yang timbul oleh adanya
kegiatan pengelolaan tersebut dapat ditanggung secara proporsional oleh para actor
(organisasi pemerintah, kelompok masyarakat atau perorangan) yang melaksanakan
kegiatan pengelolaan sumberdaya alam (DAS) dan para aktor yang akan mendapatkan
keuntungan dari adanya kegiatan tersebut. Pada penanganan DAS bagian hulu
diarahkan pada kawasan budidaya (pertanian) karena secara potensial proses
degradasi lebih banyak terjadi pada kawasan ini. Untuk itu agar proses
terpeliharanya sumberdaya tanah (lahan) akan terjamin, maka setiap kawasan
pertanian atau budidaya tersedia kelas-kelas kemampuan dan kelas kesesuaian
lahan. Dengan tersedianya kelas kemampuan dan kelas kesesuaian ini, pemanfaatan
lahan yang melebihi kemampuannya dan tidak sesuai jenis penggunaannya dapat
dihindari. Kelembagaan disini adalah LSM Lingkungan yaitu ESP USAID yang ikut menjembatani
pemberian sarana dan prasarana dalam mendukung program yang dicanangkan kepada
pemerintah dan pihak swasta yang terkait dalam menggunakan dan memanfaatkan
sumber daya DAS Brantas. Dengan adanya ESP USAID, pendanaan untuk pembangunan
dan pelestarian DAS Brantas dapat diproleh. Alasan penting mengapa ESP sangat
berperan penting dalam siklus pengelolaan DAS terpadu adalah dikarenakan
pendekatan yang dilakukan oleh LSM lingkungan ini cukup efektif,
PENUTUP
Kesimpulan
DAS Brantas merupakan Daerah Aliran
Sungai yang ada di Daerah Brantas Jawa Timur, dengan Sungai Brantas merupakan
Sungai terbesar kedua di Pulau Jawa, Salah Satu masalah yang diangkat dalam DAS
di brantas ini cukup Kompleks dan banyak, yaitu dengan banyaknya problematika
antara pendanaan, dari jasa lingkungan DAS tersebut, banyak dari stakeholder
yang tidak bertanggung jawab atas bagaimana kelestarian DAS tersebut sehingga
untuk menanggulanginya LSM lah yang bekerja, salah satu masalah lainnya ada
dengan Kualitas Air akibat beberapa pencemaran baik itu dari Perusahaan
industry-industri yang membuang limbah mereka secara sembarangan.
DAFTAR
PUSTAKA
Asdak,
C. 1999. “DAS sebagai Satuan Monitoring dan Evaluasi Lingkungan: Air sebagai
Indikator Sentral”, Seminar Sehari PERSAKI DAS sebagai Satuan Perencanaan
Terpadu dalam Pengelolaan Sumber Daya Air, 21 Desember 1999. Jakarta.
Dinas
Kehutanan Jatim. Bahan Konsultasi Publik Draft Raperda Pengelolaan Jasa
Lingkungan Sumberdaya Hutan. Kerjasama dengan MFP dan DFID, 2006
ESP
USAID. 2010. PROGRAM JASA LINGKUNGAN “Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan
Pelestarian Keanekaragaman Hayati”. Surabaya
Kirsfianti,
2006 Kajian Optimal Luas, Jenis dan Proporsi Vegetasi serta Posisi Hutan
Lindung Terhadap Produksi Air di DAS
Nurfatriani
F, dkk. 2006. Kajian Nilai Ekonomi Manfaat Hidrologis Hutan Lindung. Laporan
Hasil Penelitian. Puslit Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Tidak
Diterbitkan.
Keputusan Mentri Pekerjaan Umum. 2010 . Pola Pengelolaan Sumber
Daya Air Wilayah Sungai Brantas.
No comments:
Post a Comment