Mengasihi atau Menghakimi (Belajar
dari Yesus)
Apakah kalian sering melanggar lalu
lintas? Lampu merah misalnya, atau melawan arah. Mungkin sangat sering iya kan?
Apalagi Indonesia khususnya Medan, hal yang wajar. Kalau memang seperti itu,
kalian tidak bisa mengomentari cerita ku ini dengan sinis, atau kalau kalian
mengumpat orang-orang yang akan ku ceritakan ini, kalian memang tidak punya
otak. Hahahaha…
Belakangan ini entah kenapa, di Medan
ini sering kali macet, khususnya padang bulan. Karena aku tinggal di padang
bulan sudah lebih dari lima bulan, jadi aku menyadari itu. Banyak alasannya
terjadi macet, orang-orang yang melawan arah, tukang parker yang suka hatinya
membuat parker kendaraan, angkot yang suka ngetem gak jelas.
Aku tidak pernah lagi melawan arah,
dan ketika melihat itu, aku wajar marah kan? Jelas dong aku marah melihat gitu,
yang melanggar lampu merah. Bisakah memaki, ya pasti bisa. Sedangkan kalian
yang melawan arah aja masih bisa memaki, apalagi aku lah yak an. Sangat wajar
aku mengumpat, karena aku pengendara yang baik taat rambu lalu lintas. Tapi
apakah memang seperti itu?
Karena aku tidak melakukan itu, jadi
siapa yang melakukan itu bisa ku maki? Istilahnya, kalau gak mau dimaki jangan
memaki. Kalau gak suka melihat melawan arah, jangan melawan arah, kalau ada
melawan arah, tabok aja kepalanya. Bisakah begitu? Bisa, kata dunia. Sangat bisa,
kau melakukan yang benar, tidak ada salahnya kau menghajar yang salah itu. Tapi
apa kata teladan kita Yesus Kristus? Apakah seperti itu?
Tentu jawabannya tidak, Yesus tidak
pernah mengajarkan itu. Dia tidak pernah mengajari kita untuk menghakimi,
karena kita pantas juga dihakimi. Kita ambil contoh cerita di dalam Alkitab,
Yohanes 8:1-11, bagaimana Yesus diperhadapkan dengan seorang perempuan yang
melakukan dosa (zinah), dan pada saat itu sudah sepatutnya dia dihukum mati
berdasarkan hukum tradisi yang ada pada saat itu. Ketika Yesus melihat itu,
apakah Dia menyelamatkan perempuan itu? Tidak, jawabannya tidak. Dia menyelamatkan
kita semua, Dia menyelamatkan kita untuk tidak menghakimi dengan cara yang
fantastis. Coba kita perhatikan lagi perikop itu.
“Siapa yang merasa tidak berdosa,
tidak pernah melakukan kesalahan dosa, baiklah dia melempar perempuan ini
dengan batu pertama. Bagi orang yang tidak berdosa, lemparlah dia”. Kira-kira
gitu lah bahasa sederhananya. Dan semua tidak ada yang melempar perempuan itu,
mereka pergi satu-satu dari yang paling tua sampai yang paling muda. Semakin banyak
makan garam, semakin banyak juga dosanya. Dan tinggallah Yesus sendiri.
Hal ini lah yang perlu kita pelajari,
karena cara ini sangat fantastis dan luar biasa. Siapa yang menolak Yesus tidak
berdosa? Tidak ada yang menolak, kita semua tahu Dia tidak berdosa. Seperti yang
dikatakannya kepada orang banyak tadi, seharusnya Dial ah yang melempar
perempuan itu, karena Yesus tidak berdosa. Seharusnya Dia bisa mengatakan,”
Kaupun gak ada otakmu, perempuan kayak mananya kau?” Sambil melempar perempuan
itu. Tapi apakah Dia melakukan seperti itu, jawabannya lagi-lagi TIDAK. Dia malah
mengasihi perempuan itu. Dan itu lah pelajaran yang sangat berharga.
Seringkali kita merasa benar, sehingga
merasa bisa mengatakan atau menghakimi orang lain. Padahal kita orang-orang
yang dipenuhi dengan dosa-dosa, yang layak mati, tapi Dia menyelamatkan kita. Mau
menghakimi? Coba pikirkan lagi. Mungkin kau benar, tapi apakah untuk
menghakimi. Ku rasa tidak. Mungkin sangat susah mempraktikkannya, tapi Yesus
mau kita melakukannya seperti yang dilakukannya. Mengasihi bukan menghakimi.
Salam Harjoshrian…
No comments:
Post a Comment