PENGUJIAN KUALITAS PEREKAT
Dedi Setiawan, Haryono J Siburian, Posma Agustinus R, Novita Sari Pardede,
Fatrisa Septi Anggi, Uli Irawati
Program
Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Jl. Tri
Dharma Ujung No. 1 Kampus USU
Medan 20155
ABSTRAK
Pengujian
kualitas perekat kayu merupakn campuran dari beberapa komponen yang secara
kimia aktif bersifat interen dan bervariasi dalam proporsi terhadap perekat
dasar. Fungsi formulasi perekat adalah
untuk mengetahui mutu dan kualitas campuran untuk membantu proses penyiapan
perekat campuran. Komposisi perekat meliputi; base/ binder yaitu substan yang menjadi tulang
punggung dari perekat film dan karakteristik adhesi dan perekat cair, digunakan
bagi nama perekat. Contoh phenol formaldehide (PF) untuk kayu lapis. Perekat yang di gunakan dalam praktikum ini adalah
perekat Phenol Formaldehida (PF) dan perekat Urea Formaldehida (UF) dengan
menggunakan metode uji kenampakan atau visual tidak
mengalami perubahan warna dan keberad
aan benda asing tidak ada, hal tersebut karena perekat belum pernah dibuka dan digunakan. Uji keasaman (pH) Urea foramdehida (UF) memiliki nilai pH 6, hal ini menunjukan bahwa perekat ini tergolong dalam derajat keasaman. Uji berat jenis (BJ) nilai ini sesuai dengan ketentuan SNI 06-4567-1998 yaitu sebesar 1,165-1,200 dan hasil yang diperoleh pada praktikum ini 1,20. Uji penguapan atau kadar padatan Semakin tinggi kadar padatan pada batas tertentu, maka keteguhan rekat papan yang dihasilkan semakin meningkat karena semakin banyak molekul penyusun perekat yang bereaksi dengan kayu saat perekatan dan uji waktu gelatinasi yang baik adalah 30 menit atau lebih.
aan benda asing tidak ada, hal tersebut karena perekat belum pernah dibuka dan digunakan. Uji keasaman (pH) Urea foramdehida (UF) memiliki nilai pH 6, hal ini menunjukan bahwa perekat ini tergolong dalam derajat keasaman. Uji berat jenis (BJ) nilai ini sesuai dengan ketentuan SNI 06-4567-1998 yaitu sebesar 1,165-1,200 dan hasil yang diperoleh pada praktikum ini 1,20. Uji penguapan atau kadar padatan Semakin tinggi kadar padatan pada batas tertentu, maka keteguhan rekat papan yang dihasilkan semakin meningkat karena semakin banyak molekul penyusun perekat yang bereaksi dengan kayu saat perekatan dan uji waktu gelatinasi yang baik adalah 30 menit atau lebih.
Kata Kunci: Perekat, Phenol
Formaldehida dan Urea Formaldehida.
PENDAHULUAN
Determinasi
adalah membandingkan suatu tumbuhan
dengan satu tumbuhan lain yang sudah dikenal sebelumnya (dicocokkan atau
dipersamakan). Karena di dunia ini tidak ada dua benda yang identik atau persis
sama, maka istilah determinasi (Inggris to determine=menentukan, memastikan)
dianggap lebih tepat daripada istilah identifikasi (Inggris to identify=mempersamakan
(Rifai,1976).
Determinasi tumbuhan merupakan proses dalam
menentukan nama/jenis tumbuhan secara spesifik. determinasi bertujuan untuk
mendapatkan suatu spesies spesifik mungkin dan tepat sasaran, karena dalam
proses pemanfaatannya, tumbuhan memiliki berbagai jenis varietas yang kadang
membingungkan, digunakan untuk penelitian, jamu-jamu, obat-obatan dan
sebagainya.
untuk itulah, dibutuhkan suatu acuan yang mendetail untuk menentukan se spesifik mungkin suatu tumbuhan, agar tepat sasaran dalam pemanfaatannya. Menyebutkan bahwa warna perekat tidak terlalu berpengaruh terhadap penampilan pada papan partike (Ruhendi, 2007).
untuk itulah, dibutuhkan suatu acuan yang mendetail untuk menentukan se spesifik mungkin suatu tumbuhan, agar tepat sasaran dalam pemanfaatannya. Menyebutkan bahwa warna perekat tidak terlalu berpengaruh terhadap penampilan pada papan partike (Ruhendi, 2007).
Perekat kayu merupakan campuran dari beberapa komponen
yang secara kimia aktif bersifat interen dan bervariasi dalam proporsi terhadap
perekat dasar. fungsi formulasi perekat adalah untuk mengetahui mutu dan
kualitas campuran untuk membantu proses penyiapan perekat campuran. Ada
beberapa hal yang bisa dilihat dari dari kulitas perekat campuran adalah
kemurnian dasar dari base, tingkat ekstensi (kadar jumlah ekstender yang diberikan
terhadap resin, karena makin tinggi ekstensi makin rendah kualitasnya) dan
resin solid perekat campuran. Selain hal tersebut, ada empat hal yang juga
berkaitan dengan karakteristik perekat, yakni proses pematangan (hardening
mechanism), percepatan pematangan (speed of solidification), tahap
pematangan (stage of solidification) dqan sifat-sifat solid atau solid
properties (Rinawati, 2002).
Komposisi perekat meliputi;
base/ binder yaitu substan yang menjadi tulang punggung dari perekat film dan karakteristik
adhesi dan perekat cair, digunakan bagi nama perekat. Contoh phenol
formaldehide (PF) untuk kayu lapis. Solvent/ larutan, yaitu cairan yang
diperlukan untuk melarutkan sistem cair dari semua komponen untuk aplikasi
sirekat. Dipakai sampai tingkat kekentalan tertentu, selain bahan tambahan
tersebut diatas ada juga thinners, catalist, filler, ekstender, fortifiers
serta carier Berdasarkan unsur kimia utama perekat dibagi menjadi dua kategori
yaitu perekat alami yang berasal dari tumbuhan dan hewan serta sintetis.
Perekat yang berasal dari tumbuhan berupa pati dan turunannya serta dapat
berupa getah-getahan yang dikeluarkan oleh tumbuhan tersebut yang berupa
albumin dan material lain. Perekat sintetis meliputi termoplastik resin dan
termotesting resin (Tsoumis, 1991).
Kayu
dengan diameter diatas 60 cm, pada saat ini termasuk dalam kategori langka.
Inilah yang menjadi latar belakang bagi para peneliti dan mahasiswa yang
bergerak dibidang kehutanan mengeluarkan ide baru untuk mencetuskan alternatif
agar manusia tetap dapat mempergunakan kayu. Untuk itu pemanfaatan kayu
diharapkan optimal dengan memanfaatkan kulit, cabang, ranting, sortimen kecil
bahkan serbuk. Untuk membuat suatu produk yang terlihat seperti kayu solid maka
diperlukanlah upaya menyatukan bagian tersebut yang dikenal dengan perekatan. Perekat
merupakan salah satu faktor yang mempunyai keberhasilan dalam pembuatan papan
partikel. Pemilihan jenis dan banyaknya perekat yang dibutuhkan sangat penting
untuk diperhatikan. Suatu bahan perekat tergantung pada jenis papan partikel
yang akan dibuat (Dumanauw, 1993).
Beberapa istilah lain dari perekat yang memiliki
kekhususan meliputi glue, mucilage, pasta, dan cement.
Glue merupakan perekat yang terbuat dari protein hewani, seperti kulit,
kuku, urat, otot dan tulang yang secara luas digunakan dalam industri
pengerjaan kayu. Mucilage merupakan perekat yang dipersiapkan dari getah
dan air dan diperuntukkan terutama untuk merekat kertas. Paste merupakan
perekat pati (strach) yang dibuat melalui pemanasan campuran pati dan
air dan dipertahankan berbentuk pasta. Cement merupakan istilah yang
digunakan untuk perekat yang bahan dasarnya karet dan mengeras melalui
pelepasan pelarut (Santoso, 2004).
Berdasarkan unsur kimia utama perekat dibagi menjadi dua
kategori yaitu perekat alami yang berasal dari tumbuhan dan hewan serta
sintetis. Perekat yang berasal dari tumbuhan berupa pati dan turunannya serta
dapat berupa getah-getahan yang dikeluarkan oleh tumbuhan tersebut yang berupa
albumin dan material lain. Perekat sintetis meliputi termoplastik resin dan
termotesting resin. Dalam penentuan kualitas suatu
perekat ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yakni derajat keasaman,
kekentalan, berat jenis, kadar padatan dan waktu gelatinisasi. Nilai ph yang
tinggi suatu perekat akan mewmperpanjang waktu simpan namun akan memperlambat
proses curring. Selain kesesuaian antara perekat dengan kayu harus
disesuaikan derajat keasamannya. Karena pada kondisi asam kayu akan lebih cepat
rusak (Satuhu, 1987).
perlakuan panas dan kimia pada lignin kayu dan
bahan kimia lain yang merupakan konversi komponen selulosa pada kayu dapat
menyebabkan perekat liquida berwarna hitam. Terkadang pula pada perekat akan terasa
kasar dengan adanya butiran atau serat kecil. Adapun kadar padatan haisl uji
penguapan didapatkan bahwa kadar padatan uji adalah 42,57%. Hal ini sesuai
dengan ketentuan SNI 06-4567-1998 yaitu kadar padatan perekat adalah sebesar
40-45%. (Meda, 2006).
Berat jenis perekat berkaitan
dengan komponen yang terkandung di dalam perekat. Berat jenis akan bertambah
jika ada peningkatan rasio penggunaan formalin dengan perekat. Selain berat
jenis perekat, kadar padatan jugsa merupakan saslah satu parameter pengukur
kualitas suatu perekat. Kadar padatan menunjukan jumlah molekul perekat yang
akan berikatan dengan molekul sirekat. Semakin tinggi kadar padatan tertentu,
maka keteguhan rekat papan yang dihasilkan semakin meningkat karena semakin
banyak molekul penyusun perekat yang bereaksi dengan kayu saat perekatan.
Selain empat parameter diatas waktu gelatinisasi juga menentukan kualitas.
Waktu gelatinisasi menunjukan waktu yang dibutuhkan perekat untuk mengental
atau menjadi gel, sehingga tidak dapat ditambahkan lagi dengan bahan lain dan
siap untuk direkatkan (Rowell,
2005).
METODOLOGI PRAKTIKUM
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program
Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Praktikum
dilaksanakan pada pukul 09.00-11.00 WIB.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah alumanium foil,
tisu gulung, arikel determinasi perekat, alat tulis, Water bat/pemanas air,
kertas lakmus, air, perekat urea formaldehida (UF) dan perekat phenol
formaldehida (PF).
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah aqua gelas, oven, timbangan, piknometer, gelas
objek, gelas piala, sendok pengaduk, dan tabung reaksi.
Uji Kenampakan/visual
Determinasi kulitas perekat mengacu pada SNI
06-4567-1998 mengenai Phenol Formaldehida Cair untuk perekat kayu lapis antara
lain kenampakan prinnsip uji kenampakan adalah pengamatan secara visual
mengenai warna dan adanya benda asing dalam perekat. Cara determinasi
kenamapakan perekat adalah contoh perekat dituangkan diatas permukaan gelas
datar, lalu dialirkan sampai membentuk lapisan film tipis. Dilakukan pengamatan
visual tentang warna, dan keberadaan benda asing berupa butiran padat, debu dan
benda lain.
Uji Keasaman (pH)
Keasaman (pH) pengukuran pH adalah pengukuran
banyaknya konsentrasi ion H+ pada suatu larutan. Cara determinasi pH
perekat menggunakan pH meter adalah contoh perekat dituangkan secukupnya
kedalam gelas piala 200 ml dan diukur keasamannya pada suhu 250 C
menggunakan pH meter. Sebelum dilakukan pengujian pH perekat terlebih dahulu
dilakukan standardisasi pH meter dengan larutan buffer pH 7 dan pH 10 pada suhu
250 C.
Uji Berat Jenis (BJ)
Berat jenis adalah perbandingan berat contoh
terhadap berat air pada volume dan suhu yang sama. Cara Determinasi berat jenis
perekat adalah Piknometer kosong yang kering dan bersih ditimbang (W1),
kemudian Piknometer di isi air dengan suhu 250 C sampai penuh dan di
tutup tanpa ada geperekatbung udara, bagian luar Piknometer dibersihkan dan
dikeringkan dengan tisu, lalu ditimbang (W2), air dalam Piknometer
dibuang sampai bersih dan keringkan, selanjutnya Piknometer diisi dengan contoh
perekat sampai penuh dan ditutup tanpa ada geperekatbung udara, dan bagian luar
Piknometer dibersihkan dan dikeringkan dengan tisu, lalu ditimbang (W3).
Berat jenis perekat dengan rumus
BJ=
Keterangan:
W1 = massa piknometer
yang bersih dan kering
W2 = massa piknometer yang telah diisi air sampai batas garis
W3 = massa perekat dalam piknometer
Uji Penguapan/Kadar Padatan
Sisa penguapan/ kadar padatan adalah Perbandingan
antara berat contoh sebelum dipanaskan dengan berat contoh sesudah dipanaskan
pada suhu tertentu sampai berat tetap. Cara Determinasi kadar pada padatan
perekat adalah contoh perekat sebanyak 1,5 gram dimasukkan ke cawan (W1),
selanjutnya perekat dalam cawan dikeringkan dalam oven pada suhu 150 ± 20C
selama satu jam, dinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu kamar, kemudian
ditimbang, dan pengeringan dan penimbangan dilakukan sampai diperoleh berat
tetap (W2). Kadar padatan ditentukan dengan rumus
Kadar padatan (%) =
x 100%
Keterangan:
W1 = berat contoh sebelum dipanaskan
W2 = berat contoh sesudah dipanaskan
Uji Waktu Gelatinasi
Waktu Gelatinasi adalah waktu yang dibutuhkan oleh
contoh perekat untuk membentuk gelatin pada suhu tertentu. Cara determinasi waktu
Gelatinasi perekat adalah contoh perekat sebanyak ± dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, selanjutnya dipanaskan di atas penangas air pada suhu 1000C
dengan posisi permukaan perekat berada 2 cm di bawah permukaan air, amati
waktun yang dibutuhkan perekat tersebut ubtuk berubah wujud menjadi gel
(gelatinasi) dengan cara memiringkan tabung reaksi, dan perekat yang sudah
tergelatinasi ditandai dengan tidak mengalirnya perekat ketika tabung reaksi
dimiringkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Kenampakan/Visual
Kenampakan pada perekat phenol formaldehida (PF)
berwarna putih dan tidak mengalami perubahan, keberadaan benda asing tidak ada.
Sedangkan urea formaldehida (UF) berwarna merah dan tidak mengalami perubahan,
keberadaan benda asing tidak ada. Hal
tersebut karena perekat belum pernah dibuka dan digunakan. Apabila perekat
sudah sering digunakan, maka sifat kenampakan perekat akan berubah. Menurut
Meda (2006), perlakuan panas dan kimia pada lignin kayu dan bahan kimia lain
yang merupakan konversi komponen selulosa pada kayu dapat menyebabkan perekat
liquida berwarna hitam. Terkadang pula pada perekat akan terasa kasar dengan
adanya butiran atau serat kecil. Namun Ruhendi (2007), menyebutkan bahwa warna
perekat tidak terlalu berpengaruh terhadap penampilan pada papan partikel.
Gambar 1. Perekat
Phenol Formaldehida (PF) dan Urea Formaldehida (UF)
Uji Keasaman
(pH)
Gamabar 2.
Uji Keasaman (pH) dari Phenol Formaldehida (PF) dan Urea Formaldehida (UF)
Keasaman perekat phenol formaldehida (PF) sebesar
12 dan urea formaldehida (UF) sebesar 6 yang berarti perekat phenol foraml
dehida (PF) bersifat sedikit basa sedangkan urea formal dehida (UF) bersifat
asam. Hal ini sesuai dengan literatur Ruhendi (2007), menjelaskan bahwa sifat
yang demikian diperlukan untuk memperpanjang waktu simpan perekat MF. Selain
itu, kesesuaian antara perekat MF dengan kayu akan lebih baik. Karena pada
kondisi asam, kayu akan lebih cepat menjadi rusak. Menurut SNI 06-4567-1998 pH
perekat berkisar antara 10,0-13,0.
Urea foramdehida (UF) memiliki nilai pH 6, hal ini menunjukan bahwa
perekat ini tergolong dalam derajat keasaman. Berdasarkan hasil ini didapat
bahwa perekat ini mampu memperpanjang waktu simpan namun hal tersebut akan
memperlambat proses curring. Hal ini sesuai dengan literatur Satuhu
(1987) yang menyatakan bahwa nilai ph yang tinggi suatu perekat akan
mewmperpanjang waktu simpan namun akan memperlambat proses curring. Selain kesesuaian antara
perekat dengan kayu harus disesuaikan derajat keasamannya. Karena pada kondisi
asam kayu akan lebih cepat rusak.
Uji Berat jenis (BJ)
Berat jenis perekat berkaitan dengan komponen yang
terkandung di dalam perekat. Maka hasil yang di peroleh sebagai berikut :
W1 = 20,97
W2 = 47,12
W3 = 52,50
BJ =
=
=
= 1,20
Nilai berat jenis perekat urea formaldehida (UF)
adalah 1,20. Nilai ini mendekati nilai berat jenis urea formaldehida (UF) yang
sebenarnya yaitu 1,20. Nilai ini sesuai dengan ketentuan SNI 06-4567-1998 yaitu
sebesar 1,165-1,200.
Berdasarkan hasil yang didapat bahwa berat jenis urea formaldehida (UF). Ini berarti perekat urea formaldehida (UF) memiliki rasio penggunaan
formaldehid yang lebih banyak. Berdasarkan data tersebut urea formaldehida (UF) akan lebih awet jika
digunakan dalam proses perekatan. Hal ini sesuai dengan literatur Rowell (2005)
yang menyatakan bahwa berat jenis perekat berkaitan dengan komponen yang
terkandung di dalam perekat. Berat jenis akan bertambah jika ada peningkatan
rasio penggunaan formalin dengan perekat.
Gambar 3. Piknometer yang telah
diisi air sampai batas garis dan di timbang (W2)
Gambar 4. Piknometer yang telah diisi perekat sampai batas garis dan di timbang (W3)
Uji Penguapan/Kadar padatan
Uji penguapan/kadar padatan
adalah perbandingan antara berat contoh sebelum di panaskan dengan sesudah
dipanaskan . Hasil yang di dapay sebagai berikut :
Phenol formaldehida (PF)
W1= 1,52
W2= 1,429- 0,692 = 0,737
Kadar padatan =
x 100%
=
x 100%
=
48,4 %
Urea formaldehida (UF)
W1= 1,504
W2= 1,888- 0,691 = 1,197
Kadar padatan =
x 100%
=
x 100%
=
79,5 %
Kadar padatan dari uji sisa penguapan menunjukkan
jumlah molekul perekat yang akan berikatan dengan molekul sirekat. Semakin
tinggi kadar padatan pada batas tertentu, maka keteguhan rekat papan yang
dihasilkan semakin meningkat karena semakin banyak molekul penyusun perekat
yang bereaksi dengan kayu saat perekatan (Meda 2006). Adapun kadar padatan hasil
uji penguapan didapatkan bahwa kadar padatan uji adalah 42,57%. Hal ini sesuai
dengan ketentuan SNI 06-4567-1998 yaitu kadar padatan perekat adalah sebesar
40-45%.
Gambar 5.
Hasil yang dari Kadar Padatan Phenol Formaldehida (PF) dan Urea Formaldehida
(UF)
Waktu gelatinasi
Waktu gelatinasi menunjukkan waktu yang dibutuhkan
perekat untuk mengental atau menjadi gel sehingga tidak dapat ditambahkan lagi
dengan bahan lain dan siap untuk direkatkan. Waktu gelatinasi yang diperlukan
pada perekat uji adalah lebih dari satu jam. Hal ini pun sesuai dengan SNI
06-4567-1998, waktu gelatinasi perekat adalah sama atau lebih dari 30 menit.
Ruhendi (2007), menyebutkan bahwa semakin lamanya waktu gelatinasi, maka umur
simpan perekat akan semakin lama.
Urea
formaldehida (UF) membutuhkan waktu yang cukup cepat untuk mengental ini dikarenakan pada awalnya urea formaldehida awalnya berbentuk cairan. Urea formaldehida membutuhkan waktu yang cukup cepat untuk mengental, pada saat menit ke-20 urea formaldehida mampu menental dengan sempurna, hal ini perlu
diketahui untuk menentukan siap tidaknya perekat direkatkan. Hal ini sesuai
dengan literatur Rowell (2005) yang menyatakan bahwa Waktu gelatinisasi
menunjukan waktu yang dibutuhkan perekat untuk mengental atau menjadi gel,
sehingga tidak dapat ditambahkan lagi dengan bahan lain dan siap untuk
direkatkan.
Berdasarkan pengamatan pada
saat pengujian gelatinisasi dan kadar padatan yang tidak menguap dapat
disimpulkan bahwa urea
formaldehida tergolong dalam perekat termoplastik. Karena pada saat pengujian
gelatinisasi perekat ini mengalami perubahan ke arah yang lebih cair sedangkan
pada saat percobaan kadar padatan yang tidak menguap perekat ini mengeras. Hal
ini sesuai dengan literatur Ruhedi (2007) yang menyatakan bahwa polivinyl asetat merupakan
termoplastik resin, yang artinya resin dapat kembali menjadi lunak ketika
dipanaskan dan mengeras kembali ketika didinginkan.
KESIMPULAN
Kenampakan pada perekat phenol formaldehida (PF)
berwarna putih dan tidak mengalami perubahan, keberadaan benda asing tidak ada.
Sedangkan urea formaldehida (UF) berwarna merah dan tidak mengalami perubahan,
keberadaan benda asing tidak ada. Hal
tersebut karena perekat belum pernah dibuka dan digunakan.
Keasaman perekat phenol formaldehida (PF) sebesar
12 dan urea formaldehida (UF) sebesar 6 yang berarti perekat phenol foraml
dehida (PF) bersifat sedikit basa sedangkan urea formal dehida (UF) bersifat
asam. Urea foramdehida (UF) memiliki nilai pH 6, hal ini menunjukan bahwa
perekat ini tergolong dalam derajat keasaman.
Nilai berat jenis perekat urea formaldehida (UF)
adalah 1,20. Nilai ini mendekati nilai berat jenis urea formaldehida (UF) yang
sebenarnya yaitu 1,20. Nilai ini sesuai dengan ketentuan SNI 06-4567-1998 yaitu
sebesar 1,165-1,200.
Kadar padatan dari uji sisa penguapan menunjukkan
jumlah molekul perekat yang akan berikatan dengan molekul sirekat. Semakin
tinggi kadar padatan pada batas tertentu, maka keteguhan rekat papan yang
dihasilkan semakin meningkat karena semakin banyak molekul penyusun perekat
yang bereaksi dengan kayu saat perekatan.
Waktu gelatinasi yang diperlukan pada perekat uji
adalah lebih dari satu jam. Hal ini pun sesuai dengan SNI 06-4567-1998, waktu
gelatinasi perekat adalah sama atau lebih dari 30 menit. Urea formaldehida (UF) membutuhkan waktu yang cukup cepat untuk mengental ini dikarenakan pada awalnya urea formaldehida awalnya berbentuk cairan.
DAFTAR PUSTAKA
Dumanaw, J. F. 1993.
Mengenal Kayu. Kanisius. Semarang.
Meda A.A.
2006. Kualitas Komposit dan Likuida Limbah Sabut Kelapa dengan Fortifikasi
Poliuretan. Fakultas Kehutanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rinawati. 2002. Perekat
Berbahan Dasar Lignin untuk Kayu Lapis Meranti. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Rowell, R.M. 2005.
Handbook of Wood Chemistry and Wood Composites. CRC Press. New York.
Ruhedi, S., Koroh D. S.,
Syahmani F., Yanti H., Nurhaida, Saad S., Sucipto T. 2007. Analisis Perekatan
Kayu. Institut Peranian Bogor. Bogor.
Santoso, A. 2004.
Pemanfaatan Lignin dari Lindi Hitam untuk Pembuatan Kopolimer Lignin Resorsinol
Formaldehida sebagai Perekat Lamina. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol-22.
Satuhu, E. 1987.
Keterbatasan dan Kekuatan Perekat Lima jenis Kayu Indonesia. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Tsoumis, G. 19971. Science
and Technology of Wood, Structure Properties, Utiliztion. Vand Hostrand
Reinhold. New York.
Vick, C. B. 1999.
Adhesive Bonding of Wood Material. Forest Product Technology. USDA Forest
Service. Wisconsin.
No comments:
Post a Comment