Tuesday, January 12, 2016

PENGGUNAAN SISTEM VERIFIKASI DAN LEGALITAS KAYU (SVLK) SECARA ON LINE UNTUK MENINGKATKAN PROSPEK AGROINDUSTRI KAYU




Hai sobat blogger. Ini adalah tugas yang pernah kami buat dari satu mata kuliah di Kehutanan USU. Kebetulan yang bertugas mengumpul dan mengupload nya adalah aku. Waktu buka-buka laptop,lihat ini lagi, karena tugas ini waktu aku semester 6. Kalau dismpan-simpan, gak ada gunanya juga samaku, jadi aku bagikan saja di sini. Manatau ada yang memerlukannya. Selamat membaca... Salam Harjoshrian...

*****

Tugas Gagasan Agroindustri                                                                 Medan,  Maret 2014
                       



PENGGUNAAN SISTEM VERIFIKASI DAN LEGALITAS KAYU (SVLK) SECARA ON LINE UNTUK MENINGKATKAN PROSPEK AGROINDUSTRI KAYU



Dosen Pembimbing :
Dr. Agus Purwoko, S. Hut., M.Si

 OLEH :



Evan Satria Saragih    
111201133
HUT 6D


                                                                                                           









PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
PENDAHULUAN


Latar Belakang

Yang menjadi latar belakang dibuatnya sistem vertifikasi legalitas kayu adalah maraknya tindakan illegal logging dan illegal trade, image pengelolaan indonesia kurang baik, rendahnya daya saing produk Indoonesia, tren legalitas kayu di perdagangan internasional, dan kesepakatan internasional Bali Fleg Declaration 2001. SVLK ini dilaksanakan dengan berlandaskan hukum UU No.41 th. 1999 tentang kehutanan, PP No. 6 th. 2007  No. 3 Th. 2008 tentang tata hutan, serta pemanfaatan hutan, Permenhut P.38/Menhut-ll/2009 terakhir dirubah dengan P.42/Menhut-ll/2013 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang ijin atau pada Hutan Hak, Peraturan Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu.
SVLK dibangun dengan prinsip Tata kelola yang lebih baik (governance), keterwakilan (representativeness), transparansi/ keterbukaan (credibility). Objek dari kebijakan ini adalah HA/HT/Pemegang Hak Pengelolaan (a.l. Perhutani), Hutan Tanaman Rakyat (HTR)/ Hutan Kemasyarakatan (HKm)/ Hutan Desa (HD), IPK/ILS/HTHR, Hutan Hak/Hutan Milik, Industri Pengrajin Pedagang Ekspor, TPT.
Jangka waktu sertivikasi dan penilikan SVLK bermacam-macam. Misalnya jangka sertifikasi tiga tahun untuk  IUPHHK, sepuluh tahun untuk Hutan Hak, enam tahun untuk TDI dan lain-lain. Sedangkan untuk penilikan ada yang satu tahun sekali, dan ada juga yang dua tahun sekali.
Akan sangat bermanfaat bukan hanya untuk mencapai pengelolaan hutan yang berkelanjutan, juga akan bermanfaat  untuk meningkatkan pendapatan dari produk hasil hutan. Maka dari itu, bukan hanya Pemerintah yang dalam hal ini dipegang oleh Kementrian Kehutanan yang mendukung terselenggaranya SVLK, melainkan juga Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI).



Rumusan Permasalahan

            SVLK memiliki tantangan dalam sertifikasi Hutan Hak. Yaitu membutuhkan biaya yang cukup besar untuk melakukan proses sertifikasi (Pemerintah menanggung biaya sertifikasi dan biaya pendampingannya), petani hutan harus menyisihkan hasil panen untuk proses penilikan (surveilence), bila telah menghasilkan, keterbatasan masyarakat untuk memenuhi persyaratan sertifikasi, pandangan masyarakat tentang untung atau rugi mengikuti SVLK.
            Hambatan lainnya adalah persoalan black campaign dari pada pelaku bisnis perijinan yang sudah pasti merasa terganggu dengan adanya sistem ini.  Mereka yang paling terkena dampak merugi (negatif) jika semua pihak menyiapkan perbaikan pelayanan, birokrasi perijinan dan transparansi proses penilaian dan legalitas dalam SVLK.  Sehingga seringkali media digunakan untuk menolak diberlakukannya SVLK, dengan menggunakan terminologi bahwa SVLK   mahal dan membebani pelaku usaha.  Untuk perbaikan tata-kelola kehutanan ini memang harus dibayar mahal oleh pelaku usaha kehutanan dan industri kehutanan skala besar. Di Sumatra Utara, banyak dari organisasi non-pemerintah yang bergiat pada isu kehutanan masyarakat atau konservasi. Latar belakang pendidikan sangat beragam. Meskipun di Sumatra utara ada keseragaman lembaga, tetap saja terdapat keberagaman latar belakang pendidikan. Ini menimbulkan potensi keberagaman kapasitas penyerapan informasi dan pengetahuan.
Tujuan dan Manfaat
1.      Hutan Rakyat memiliki posisi tawar yang kuat dalam transaksi nilai jual hasil hutannya kepada industri,
2.      Meningkatkan pendapatan petani, karena petani bisa langsung berhubungan dengan industri,
3.      Memberikan gambaran tentang potensi ekonomi yang dimiliki,
4.      Kejelasan penguasaan lahan, mudah mengakses fasilitas yang disediakan oleh pemerintah terkait dengan pembangunan hutan, misalnya mendapat fasilitas dari BLU,
5.      Kepastian supply bahan baku bagi industri, dan
6.      Pemerintah mempunyai data Hutan Rakyat yang aktual.
7.      Pemerintah mendapat kemudahan karena telah terbantu dalam hal:
-    Akses informasi yang mudah telah diinformasikan kepada seluruh pihak tanpa melibatkan banyak peran di dalamnya.
-    Tanpa menunggu kinerja beberapa pihak yang biasanya lambat dan cenderung melibatkan banyak peran.
-    Menjadi suatu gagasan untuk diterapkan di seluruh industri kehutanan skala kecil, menengah hingga besar di Indonesia.
-    Secara langsung program SVLK telah berhasil menyelamatkan sisa hutan dan meningkatkan martabat Indonesia di pasar Internasional.
-    Produk kehutanan dengan mudah diterima di pasar Internasional.






















GAGASAN

SVLK bermula dari pembahasan multi-pihak sejak tahun 2003 yang kemudian melahirkan Permenhut No. P.38/Menhut-II/2009 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak. Peraturan inilah yang kemudian dikenal luas sebagai sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK). Peraturan ini kemudian disempurnakan melalui Peraturan Menteri Kehutanan P.68/Menhut-II/2011. SVLK merupakan bentuk tanggung jawab Indonesia dalam menjawab tantangan perdagangan kayu internasional yang memerlukan bukti legalitas.
Uni Eropa telah mengadopsi Timber Regulation untuk menghambat beredarnya kayu ilegal di pasar Eropa. Timber Regulation akan mulai efektif berlaku sejak Maret 2013. Mulai saat itu import kayu ke negara-negara anggota Uni Eropa yang berasal dari negara-negara yang ditengarai terjadi illegal logging akan dilakukan due diligence untuk menghindari masuknya kayu-kayu illegal ke pasar Uni Eropa. Due diligence dan Timber Regulation tidak berlaku manakala suatu negara eksportir kayu seperti Indonesia menandatangani Voluntary Partnership Agreement (VPA) dengan Uni Eropa. Sampai dengan tahun 2008, standar dan kelembagaan untuk sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) tersebut belum secara utuh memperoleh kesepahaman diantara para pihak pemegak kepentingan (multi-stakeholders) terutama bagi pihak-pihak yang kelak akan menggunakan sistem tersebut.
Sebagai contoh, sebuah perusahaan multinasional, PT RAPP sangat ketat dalam menerapkan standar legalitas kayu. Karena itu, wajar mendapatkan sertifikasi SVLK. PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) mengantongi sertifikat Legalitas Kayu (LK) dari asesor independen PT Mutuagung Lestari (MAL). Sertifikat tersebut mengacu kepada Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang diterapkan Indonesia untuk memastikan bahan baku kayu yang diolah berasal dari sumber yang legal.
Perkembangannya sangat baik, karena sejak diundangkannya SVLK sebagai suatu kebijakan di Kementerian Kehutanan, guliran bola salju perubahan kebijakan semakin membesar.  Koordinasi antar kementerian terkait  dan lembaga lainnya terjadi secara nyata. Salah satunya adalah koordinasi antar Kementerian Perdagangan, Perindustrian, Ditjen Bea dan Cukai, KAN, para asosiasi dan beberapa pihak lainnya termasuk perwakilan LSM, tentang pergantian peran, fungsi dan mekanisme Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK) sebagai lembaga endorsemen ekspor produk perkayuan Indonesia.  Selama ini, tata cara ekspor produk perkayuan diatur melalui peraturan Menteri Perdagangan             No. P.20/2009. Kemudian dengan keputusan Mendag No. Kep 405/2009 BRIK diberikan mandat untuk melakukan endorsemen terhadap 11 HS produk kehutanan. Karena SVLK  dinilai jauh lebih memiliki kredibilitas dan keberterimaan di pasar kayu internasional sebagai suatu sistem yang secara independen membuktikan legalitas produk perkayuan Indonesia melalui verifikasi administrasi dan fisik di lapangan, maka peraturan Menteri Perdagangan tersebut direvisi dengan melibatkan juga para pihak dan aka n segera difinalkan oleh Menteri Perdagangan .
            Selain itu Indonesia memiliki bahan baku seperti kayu mahoni, kayu jati, serta rotan, yang tidak dijumpai di negara lain. Keuntungan ini dapat menjadi peluang untuk meningkatkan ekspor mebel nasional. Sekarang ini, Indonesia masih mengekspor mebel kayu  dengan nilai hanya 1,6 miliar dolar AS, ditambah ekspor rotan 200 juta dolar AS, atau masih di bawah dua miliar dolar AS.Masalah utama tidak kompetitifnya ekspor mebel nasional terletak pada permasalahan biaya  transportasi yang mahal. Pemerintah akan terus berupaya mencarikan solusi atas hal tersebut. Pemerintah juga akan mempertimbangkan penanggungan biaya sertifikasi sistem verifikasi dan legalitas kayu (SVLK) hingga lebih dari satu tahun. Namun, asosiasi ingin agar penanggungan tersebut lebih dari setahun. Sementara itu, Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI) menyatakan jika ekspor industri furnitur atau mebel Indonesia saat ini masih kalah dengan Malaysia dan Vietnam. Saat ini, Indonesia hanya berada peringkat ke-13 sebagai negara pengekspor industri mebel. Total ekspor mebel dunia sepanjang 2013 mencapai 124 miliar dolar AS. Sedangkan porsi ekspor mebel Indonesia hanya mencapai 1,5 persen dari total tersebut, atau hanya 1,7 miliar dolar AS. Posisi Indonesia jauh di bawah ekspor mebel Vietnam yang mampu mencapai ekspor sekitar 4,2 miliar dolar AS. Bahkan, Malaysia yang SDM dan SDA jauh lebih kecil dibandingkan Indonesia mampu mengekspor mebel sebesar 2,4 miliar dolar AS. Padahal, 10 tahun silam, industri mebel Vietnam dan Malaysia belum diperhitungkan. Namun saat ini Malaysia sudah mengukuhkan diri sebagai pengekspor mebel peringkat kedelapan dunia. Menperin sendiri mengaku resah melihat realita tersebut. Karena itu, para pelaku usaha diminta untuk meningkatkan produksi dan kreativitasnya di produk mebel agar kian bersaing di kancah internasional.
            SVLK juga terkait erat dengan tata pemerintahan dalam sektor kehutanan. Tata pemerintahan sektor kehutanan cukup membantu proses penguatan dan implementasi SVLK di tanah air karena konteksnya bukan membantu tapi mereka yang harus melakukan reformasi dan menjadi mesin perubahan bagi semua pihak di Indonesia.  Sekali lagi, tidak mudah tapi harus! Melihat kemajuan SVLK, MFP adalah sebuah program kerjasama Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Inggris bagi perbaikan tata kelola kehutanan.  Sehingga untuk melihat fokus MFP ke depan, sebaiknya ditanyakan pada kedua pihak tersebut, karena saya tidak memiliki kapasitas untuk menjawabnya.  Namun harapannya, peran MFP sebagai fasilitator proses dan pembangunan sistem ini perannya harus mulai dikurangi, agar bola salju yang telah bergulir cukup besar menjadi drive bagi perbaikan tata kelola sumber daya hutan di negeri ini karena SVLK adalah national brand.
            Mungkin sebenarnya pasar bukan menginginkan SVLK, tetapi yang diinginkan adalah keterbukaan dalam pengaturan dalam tata usaha kayu sehingga semua produk kayu yang masuk ke pasar bisa diketahui oleh publik terhadap keabsahan legalitasnya termasuk mengetahui dari petak pohon mana produk tersebut ditebang, kawasan hutan atau bukan, pemiliknya siapa, bagaimana yang mengelola hutannya, dan sebagainya. Apapun bentuk sistem dan kelembagaan yang ingin digunakan yang penting bisa menjelaskan proses kesemua (transparansi) itu pada pasar, maka respon positif terhadap harga produk bersangkutan akan meningkat.
Sistem Verifikasi Legalitas Kayu memiliki beberapa lembaga dalam pengaturannya, diantaranya adalah Badan Pelaksana, Lembaga Akreditasi, Lembaga Verifikasi, Lembaga Penyelesaian Keberatan, dan Lembaga Pemantau. Tiap lembaga dan badan tersebut memiliki fungsi dan tugas masing-masing yang pada umumnya anggota dalam lembaga-lembaga tersebut terdiri dari unsur-unsur berbagai pihak. Hal ini untuk menjamin bahwa proses dalam sistem ini adalah terbuka dan dapat diketahui oleh semua pihak terhadap kegiatan verifikasi pada produk kayu bersangkutan. Sehingga akan memberikan respon positif terhadap pasar baik nasional maupun internasional. Namun, kesemua lembaga dan badan tersebut akan memperoleh mandat dari Departemen Kehutanan, terkecuali untuk Lembaga Pemantau yang hanya perlu didaftarkan di Departemen Kehutanan. Selama ini dalam organisasi Departemen Kehutanan yang menangani pengelolaan dan pengaturan produksi hasil hutan berada dalam naungan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan.




























KESIMPULAN


Gagasan ini mengajukan untuk membuat sistem informasi     on-line sebagai media pengenalan SVLK bagi para pihak yang memuat informasi-informasi mengenai perundangan, tata cara pengajuan, hingga daftar lembaga yang bisa mendampingi pengusaha untuk mendapatkan SVLK. Sistem informasi ini nantinya dapat diakses oleh semua kalangan, khususnya industri kehutanan. Sehingga melalui program ini, kalangan industri kehutanan mendapat pengetahuan baru akan pentingnya mengantongi sertifikat legalitas. Hal ini tentunya berdampak secara langsung pada pengelolaan hutan yang lestari sehingga mampu menjaga sisa hutan yang ada dan meningkatkan martabat Indonesia di mata Internasional karena pelaksanaan SVLK di dunia akan pertama kali dilaksanakan di Indonesia. Melalui hal kecil penulis mengambil peran untuk memajukan dan mensukseskan pelaksanaan SVLK.
Teknik dalam pembuatan sistem informasi on-line sebagai media pengenalan SVLK di berbagai industri kehutanan adalah melalui kerjasama dengan lembaga-lembaga yang terkait di bidangnya, yakni dosen, lembaga pelaksana, operator (teknisi) yang berpengalaman, lembaga verifikasi, dan lembaga pemantau. Penulis melihat pihak-pihak atau lembaga-lembaga yang terlibat sudah menjamin keberhasilan program ini.. Sehingga sistem informasi on-line ini terbuka secara umum untuk diakses masyarakat luas dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan akan segera dijawab dalam waktu 1x24 jam.
            Penulis percaya apabila program ini dilaksanakan akan berdampak positif terhadap semua pihak termasuk kalangan industri kehutanan sendiri. Prediksi penulis bahwa tingkat keberhasilan program ini mencapai 80% apabila dilaksanakan. Tentunya semua pihak yang mengakses website dan benar-benar mempelajarinya mendapatkan pengetahuan secara langsung. Manfaat dan dampak dari gagasan ini yaitu secara langsung program SVLK telah berhasil menyelamatkan sisa hutan dan meningkatkan martabat Indonesia di pasar Internasional serta produk kehutanan dengan mudah diterima di pasar Internasional karena telah memiliki sertifikat legalitas


DAFTAR PUSTAKA





http://silk.dephut.go.id/index.php/info/vsvlk/3

No comments:

LIRIK LAGU TERBARU ROHAKKU - JUN MUNTHE