Tuesday, January 12, 2016

PENGOLAHAN KULIT KOPI DARI MASYARAKAT MENJADI KOMPOS ORGANIK




 Hai sobat blogger. Ini adalah tugas yang pernah kami buat dari satu mata kuliah di Kehutanan USU. Kebetulan yang bertugas mengumpul dan mengupload nya adalah aku. Waktu buka-buka laptop,lihat ini lagi, karena tugas ini waktu aku semester 6. Kalau dismpan-simpan, gak ada gunanya juga samaku, jadi aku bagikan saja di sini. Manatau ada yang memerlukannya. Selamat membaca... Salam Harjoshrian...


*****
Paper Tugas Kuliah  Agroindustri                                                Medan, Maret 2014
PENGOLAHAN KULIT KOPI DARI MASYARAKAT   MENJADI KOMPOS ORGANIK

Dosen Pembimbing
Dr. Agus Purwoko , S.Hut., M.Si.

Disusun oleh :
Fransiscus Sihombing
111201151
HUT 6 D




Fpert
 











PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN

PENDAHULAN

Latar Belakang
            Kompos adalah bahan organik yang dibusukkan pada suatu tempat yang terlindung dari matahari dan hujan, diatur kelembabannya dengan menyiram air bila terlalu kering. Untuk mempercepat perombakan dapat ditambah kapur, sehingga terbentuk kompos dengan C/N rasio rendah yang siap untuk digunakan (Hardjowigeno, 1995). Rinsema (1986) mengartikan kompos adalah suatu produk yang sebagian besar terdiri dari sampah buangan organik yang secara keseluruhan atau sebagian telah mengalam pengeraman dalam suhu yang (Etika, 2007).
Pengomposan merupakan salah satu alternatif penanganan sampah dengan cara memanfaatkan dan mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos yang dapat digunakan sebagai subtitusi ataupun pelengkap dari penggunaan pupuk kimia. Keunggulan dari pupuk kompos ialah mempunyai komposisi kandungan unsur hara baik makro dan mikro yang cukup lengkap dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Kompos dapat digunakan untuk pertamanan, lapangan golf, tanaman sayuran dan buah-buahan, tambak udang dan reboisasi lahan kritis. Pemanfaatan kompos selain digunakan sebagai pupuk organik, dapat juga dimanfaatkan sebagai media tumbuh berbagai macam tanaman termasuk tanaman anggrek. Untuk itu pupuk kompos yang sebelumnya berbentuk serbuk harus diubah terlebih dahulu menjadi suatu bentuk yang ideal sebagai media tumbuh (Indrasti dan rio, IPB).
 Sejalan dengan berkembangnya isu ”back to nature” untuk memenuhi permintaan produk pertanian organik dengan berbagai persyaratan yang semakin meningkat, pemerintah berupaya mengembangkan teknologi pemanfaatan bahan-bahan organik untuk digunakan sebagai pupuk. Melalui berbagai penelitian diperoleh kesimpulan bahwa tanpa bahan organik, sistem pertanian akan bersifat rapuh (fragile), mudah terguncang hanya dengan perubahan lingkungan yang kecil (Bergeret, 1987). Selanjutnya, Abdoellah (2000) melaporkan bahwa ditambah dengan kekhawatiran adanya pengaruh buruk terhadap kesehatan akibat pencemaran pupuk kimia, kini disadari peran yang dimainkan oleh bahan organik, dan berusaha kembali meningkatkan penggunaan bahan organik, serta mengurangi penggunaan pupuk buatan (anorganik). Kecenderungan semacam diatas memunculkan sistem pertanian yang dikenal dengan sistem pertanian berkelanjutan dengan masukan eksternal rendah. Di samping berfungsi utama untuk memperbaiki sifat fisika tanah (sebagai soil conditioner), bahan organik juga membantu mengubah unsur hara tanah yang semula tidak tersedia menjadi tersedia, serta mengandung unsur hara yang diperlukan tanaman meskipun dalam jumlah sedikit. Sifat fisik tanah yang baik akan menyebabkan penyerapan unsur hara tanah oleh tanaman menjadi lebih mudah/lancar. Oleh karena itu, penambahan bahan organik akan mengurangi jumlah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam bentuk pemberian pupuk anorganik.
Menurut data statistik (BPS, 2003), produksi biji kopi di Indonesia mencapai 611.100 ton dan menghasilkan kulit kopi sebesar 1.000.000 ton. Jika tidak dimanfaatkan akan menimbulkan pencemaraan yang serius. Pengolahan cara kimia dengan amoniak (NH3) disebut sebagai amoniasi. Keuntungan pengolahan ini, selain meningkatkan daya cerna juga sekaligus meningkatkan kadar protein, dapat menghilangkan aflatoksin dan pelaksanaannya sangat mudah. Kelemahannya pengolahan ini utamanya untuk pakan ruminansia. Amoniak dapat menyebabkan perubahan komposisi dan struktur dinding sel sehingga membebaskan ikatan antara lignin dengan selulosa dan hemiselulosa dan memudahkan pencernaan oleh selulase mikroorganisme. Amoniak akan terserap dan berikatan dengan gugus asetil dari bahan pakan, kemudian membentuk garam amonium asetat yang pada akhirnya terhitung sebagai protein bahan. Struktur dinding sel kulit kopi menjadi lebih amorf dan tidak berdebu, sehingga menjadi lebih mudah di tangani. Dalam keadaan tertutup (plastik belum dibuka/bongkar), bahan pakan yang diamoniasi dapat tahan lama.




 
ISI

            Tanaman kopi merupakan salah satu tanaman perkebunan yang banyak terdapat di Indonesia yang mempunyai peluang untuk dikembangkan dalamrangka usaha memperbesar pendapatan negara dan meningkatkan penghasilan pengusaha dan petani. Produksi kopi di Indonesia yang berkembang tersebut, ternyata kurang diikuti dengan penanganan kopi pasca panen yang baik terutama pada kulit kopinya yaitu berkisar antara 40 % sampai 55 % dari produksinya. Dimana masih banyak petani yang membuang begitu saja kulit kopi di pekarangan rumahnya maupun di kebun ataupun sawahnya tanpa mengompos kulit kopi terlebih dahulu di mana seperti kita tahu kulit kopi sangat keras dan susah didekomposisi. Kulit kopi merupakan limbah pengolahan buah kopi yang mempunyai banyak kegunaan. Tiap satu ton buah basah mengandung kulit kopi kering lebih kurang 200 kg. Secara kimiawi kulit kopi mengandung bahan organik seperti karbon (C), hydrogen (H) dan oksigen (O) yang terikat dalam bentuk senyawa selulosa (45%), hemi-selulosa (25%), lignin (2 %), resin (45%), dan abu (0,5 %) (Mulato, Atmawinata dan Yusianto, 1996). Selain itu kandungan kulit kopi yang sudah hancur menurut Trisilawati dan Gusmaini (1999) adalah 1,88 % N; 2,04 % K; 0,53 % Ca dan 0,39 % Mg (Etika, 2007).
            Pupuk organik merupakan hasil akhir dan atau hasil antara dari perubahan atau peruraian bagian dan sisa-sisa tanaman dan hewan, misalnya bungkil, guano, tepung tulang, limbah ternak dan lain sebagainya (Murbandono, 2002). Pupuk organik merupakan pupuk yang terbuat dari bahan-bahan organik yang didegradasikan secara organik. Sumber bahan baku organik ini dapat diperoleh dari bermacam-macam sumber, seperti : kotoran ternak, sampah rumah tangga non sintetis, limbah-limbah makanan/minuman, dan lain-lain. Biasanya untuk membuat pupuk organik ini, ditambahkan larutan mikroorganisme yang membantu mempercepat proses pendegradasian (Prihandarini, 2004).
   Pengolahan kopi secara basah akan menghasilkan limbah padat berupa kulit buah pada proses pengupasan buah (pulping) dan kulit tanduk pada saat penggerbusan (hulling). Limbah padat kulit buah kopi (pulp) belum dimanfaatkan secara optimal, umumnya ditumpuk di sekitar lokasi pengolahan selama beberapa bulan, sehingga timbulnya bau busuk dan cairan yang mencemari lingkungan . Salah satu upaya untuk mendukung pertanian berkelanjutan melalui perbaikan tanah adalah pemanfaatan secara maksimal limbah proses produksi kopi. Limbah kulit buah kopi memiliki kadar bahan organik dan unsur hara yang memungkinkan untuk memperbaiiki tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar C-organik kulit buah kopi adalah 45,3 %, kadar nitrogen 2,98 %, fosfor 0,18 % dan kalium 2,26 %. Selain itu kulit buah kopi juga mengandung unsur Ca, Mg, Mn, Fe, Cu dan Zn. Dalam 1 ha areal pertanaman kopi akan memproduksi limbah segar sekitar 1,8 ton setara dengan produksi tepung limbah 630 kg.
a. Proses Dasar Pembentukan Kompos
Pemanfaatan limbah perkebunan selain sebagai pupuk organik atau kompos juga dapat sebagai pupuk cair khususnya yang berasal dari limbah kopi. Sebelum membuat kompos, perlulah mengetahui proses dasar pembentukan kompos tersebut, karena dalam proses pembentukan kompos terjadi perubahan-perubahan sehingga zat-zat yang semula dalam keadaan terikat akan terurai sehingga dapat diserap oleh akar tanaman.
Perubahan Hayati
Di dalam timbunan limbah organik untuk pembuatan kompos, terjadi aneka perubahan hayati yang dilakukan oleh jasad-jasad renik. Perubahan hayati yang penting yaitu sebagai berikut :
 Penguraian hidrat arang, selulosa, hemiselulosa dan lain-lain menjadi CO2 dan air.
  Penguraian zat lemak dan lilin menjadi CO2 dan air
 Penguraian zat putih telur, melalui amida-amida dan asem-asam amino, menjadi amoniak, CO2 dan air
  Terjadi peningkatan beberapa jenis unsur hara di dalam tubuh
Akibat perubahan tersebut, berat dan isi bahan kompos menjadi sangat  berkurang. Sebagian besar senyawa zat arang akan hilang, menguap ke udara. Kadar senyawa N yang larut (amoniak) akan meningkat. Dalam pengomposan, kadar abu dan humus makin meningkat. Pada perubahan selanjutnya (diakhir pembuatan kompos), akan diperoleh bahan yang berwarna merah kehitaman. Bahan dengan kondisi semacam ini sudah siap digunakan sebagai pupuk.
Persenyawaan
Mengingat banyak perubahan yang terjadi dalam timbunan bahan kompos, perlu diperhatikan antara lain :
 Persenyawaan zat arang (C), harus secepat mungkin diubah secara sempurna sehingga diperlukan banyak udara dalam timbunan bahan kompos.
 Persenyawaan zat lemas (gas NH3 atau gas N) sebagian besar harus diubah menjadi persenyawaan amoniak.
 Jika perbandingan C/N-nya kecil, akan banyak amoniak dibebaskan oleh bakteri diupayakan hasil
terakhir pengomposan tidak terlalu banyak mengandung bakteri.
 Pengomposan disebut baik jika zat lemas yang hilang tidak terlalu banyak. Hal ini bisa dilakukan dengan cara denitrifikasi dan pembasuhan nitrat. Disamping itu juga persenyawaan kalium dan fosfor berubah menjadi zat yang mudah diserap tanaman.
 Diperlukan bahan baku kompos yang banyak mengandung lignin.
b. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Kompos
Pada dasarnya pembuatan kompos cukup sederhana (berbeda dengan pengelolaan limbah cair), dengan menumpuk bahan-bahan organik maka bahan-bahan tersebut akan menjadi kompos dengan sendirinya, namun proses tersebut akan berlangsung lama. Mengingat adanya perubahan-perubahan yang terjadi saat pembentukan kompos maka pembentukan kompos dapat lebih dipercepat, tentunya dengan memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi seperti bahan baku, suhu, nitrogen, dan kelembaban.
Bahan Baku
Alam telah menyediakan bahan baku atau sisa-sisa/limbah tanaman sedemikian banyaknya, seperti kulit buah kakao dan kopi, buah semu jambu mete, cangkang kelapa sawit, sabut kelapa dan blotong tebu bahkan limbah kayu hasil tebangan. Meski hampir semua bahan organik dapat dimanfaatkan, tetapi beberapa diantaranya tidak boleh digunakan dalam pembuatan kompos sebab dapat menimbulkan bau busuk dan terkontaminasi bibit penyakit. Beberapa contoh bahan yang harus dihindari.
- Kotoran hewan piaraan, misalnya anjing dan kucing
- Abu rokok, abu arang dan arang
- Limbah biji kopi
- Sampah bekas sisa-sisa makanan berlemak
Kecepatan suatu bahan menjadi kompos dipengaruhi oleh kandungan C/N. Semakin mendekati C/N tanah maka bahan tersebut akan lebih cepat menjadi kompos. Tanah pertanian yang baik mengandung perbandingan unsur C dan N yang seimbang. Keseimbangan yang baik ialah C/N = 10/12 atau C : N = 10 : 12. Bahan-bahan tersebut harus dikomposkan lebih dahulu sebelum digunakan agar C/N bahan itu menjadi lebih rendah atau mendekati C/N tanah. Itulah sebabnya bahan-bahan organik tidak dapat langsung dibenamkan atau ditanam di dalam tanah begitu saja dan membiarkan terurai sendiri. Alasan lain struktur bahan organik segar sangat kasar , daya ikatnya terhadap air sangat lemah sehingga bila langsung dibenamkan di tanah, tanah menjadi sangat berderai. Hal ini mungkin baik bagi tanah-tanah berat, tetapi berakibat buruk bagi tanah-tanah yang ringan, utamanya tanah berpasir. Pembenaman bahan organik begitu saja ditanah yang kaya udara dan air tidaklah baik karena penguraian terjadi dengan amat cepat. Akibatnya jumlah CO2 dalam tanah akan meningkat dengan cepat. Kondisi ini akan sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Untuk mempercepat proses pengomposan, struktur bahan organik perlu diperkecil melalui pencacahan atau pemotongan. Ukuran bahan organik yang ideal sekitar 4-5 cm. Bahan tersebut dipotong secara manual (pisau atau parang) atau dapat pula dengan alat pemotong.
Suhu
Menjaga kestabilan suhu pada suhu ideal (40-50 %) amat penting dalam pembuatan kompos. Salah satu caranya dengan menimbun bahan sampai ketinggian tertentu, idealnya 1,25 – 2 m. Timbunan yang terlalu rendah akan menyebabkan panas mudah/cepat menguap. Suhu (panas) yang kurang akan menyebabkan bakteri pengurai tidak bisa berbiak atau bekerja secara wajar. Dengan demikian, pembuatan kompos akan berlangsung lama. Sebaliknya, suhu terlalu tinggi bisa membunuh bakteri pengurai. Kondisi yang kekurangan udara dapat memacu pertumbuhan bakteri anaerobik (menimbulkan bau tidak enak).
Nitrogen
Nitrogen adalah zat yang dibutuhkan bakteri penghancur untuk tumbuh dan berkembang biak. Timbunan bahan kompos yang kandungan nitrogennya terlalu sedikit tidak menghasilkan panas sehingga pembusukan bahan-bahan menjadi terhambat.
Kelembaban
Kelembaban di dalam timbunan kompos mutlak harus dijaga. Kelembaban yang tinggi akan mengakibatkan volume udara menjadi berkurang . Makin basah timbunan bahan maka kegiatan mengaduk harus makin sering dilakukan, sehingga volume udara terjaga stabilitasnya dan pembiakan bakteri anaerobik bisa dicegah. Secara menyeluruh, kelembaban timbunan harus mencapai 40-60% .Panas dan kelembaban dalam timbunan bahan perlu dikontrol, caranya dengan menusukkan tongkat ke dalam timbunan. Jika tongkat itu hangat dan basah, serta tidak tercium bau busuk berarti proses pengomposan telah berjalan baik.
Dari hasil pengomposan yang berasal dari limbah kulit kopi dikombinasikan dengan pupuk organik lain. Pupuk organik yang ditambahkan adalah pupuk kandang yaitu dari kotoran ayam. Kandungan unsur hara dalam kotoran ayam adalah yang paling tinggi, karena bagian cair (Urine) tercampur dengan bagian padat. Kotoran ayam mengandung N tiga kali lebih besar daripada pupuk kandang lain. Presentasi kandungan N, P dan K pada kotoran ayam adalah N: 1,0 %; P: 9,5 %; dan K: 0,3 % (Sutanto, 2002). Dari kombinasi kompos dari limbah kulit kopi dan pupuk kandang tersebut (Kotoran ayam) diharapkan mampu memberikan masukan unsur hara dalam tanah, dan meningkatkan ketersedian unsur N,P dan K sehingga baik untuk pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu maka penelitian dari pengomposan kulit kopi yang dikombinasikan dengan pupuk kandang ini perlu dilakukan.



Prosedur Pembuatan
            Pada pembuatan kompos, bahan mentah (sumber karbon) ditumpuk berlapis-lapis dengan ketebalan 20 cm. Kemudian setiap lapisan ditaburi selapis kotoran Hewan seperti kerbau atau ayam sebagai aktivator dengan ketebalan 10 cm. Ukuran tumpukan kompos pada penelitian ini ialah 70 x 70 x 70 cm3. Khusus pada perlakuan pengomposan yang menggunakan alat bantu aerasi, pada ketinggian 20 cm bambu dipasang pada posisi mendatar dan kemudian bahan baku ditumpuk kembali. Pembuatan kompos ini dilakukan selama 40 hari. Setiap hari dilakukan pemantauan temperatur dan kelembaban. Pemantauan temperatur dilakukan dengan cara menghitung temperatur rata-rata dari lima titik pada tumpukan kompos menggunakan ter-mometer alkohol. Termometer dibenamkan ke dalam tumpukan kompos kemudian didiamkan selama be-berapa menit. Setelah itu termometer dicabut dari tumpukan dan hasil temperatur dapat dibaca pada skala yang tertera pada termometer.
Pemantauan kelembaban dilakukan dengan cara memeriksa tumpukan kompos secara langsung. Pengukuran kelembaban dilakukan secara manual dengan cara mengambil segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan kemudian diperas dengan tangan. Apabila air keluar sedikit, satu atau dua tetes, atau tangan menjadi basah, maka kelembaban dianggap cukup atau sekitar 50 - 60 %. Apabila tidak keluar air atau tangan tidak menjadi basah berarti tumpukan terlalu kering atau kelembaban kurang dari 30 %. Sedangkan apabila tumpukan kompos belum diperas sudah keluar air lebih dari dua tetes maka tumpukan terlalu basah. Bila tumpukan terlalu kering maka ditambahkan air dan jika terlalu basah maka tumpukan dibalik.  




DAFTAR PUSTAKA
Etika, Y.V. 2007. Pengaruh Pemberian Kulit Kopi, Kotoran Ayam dan Kombinasinya Terhadap Ketersediaan Unsur N,P dan K pada Inceptisol. Universitas Brawijaya. Malang
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika
Indrasti, N.S dan Rio R. E. Pengembangan Media Tumbuh Anggrek dengan Menggunakan Kompos. Fakultas teknologi Pertanian IPB. J. Tek. Ind. Pert. Vol. 14(2), 40-50
Murbandono ,HS. L. 2002. Membuat Kompos.Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta
Prihandini, R. 2004. Manajemeen Sampah, Daur Ulang Sampah Menjadi Pupuk Organik. Penerbit Perpod. Jakarta
Rinsema, W. T. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Bharata Aksara. Jakarta
Susanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik : Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisius. Yogyakarta












 

No comments:

LIRIK LAGU TERBARU ROHAKKU - JUN MUNTHE