Tuesday, January 12, 2016

PENGOLAHAN BUNGA CENGKEH MENJADI MINYAK DAN OBAT-OBATAN ALAMI





 Hai sobat blogger. Ini adalah tugas yang pernah kami buat dari satu mata kuliah di Kehutanan USU. Kebetulan yang bertugas mengumpul dan mengupload nya adalah aku. Waktu buka-buka laptop,lihat ini lagi, karena tugas ini waktu aku semester 6. Kalau dismpan-simpan, gak ada gunanya juga samaku, jadi aku bagikan saja di sini. Manatau ada yang memerlukannya. Selamat membaca... Salam Harjoshrian...


*****
Tugas Matakuliah Agroindustri                                                     Medan,  Maret  2014
PENGOLAHAN BUNGA CENGKEH MENJADI MINYAK DAN OBAT-OBATAN ALAMI

Dosen Pembimbing :
Dr. Agus Purwoko, S. Hut, M. Si

Disusn Oleh :
Fatrisa Septi Anggi Nasution
111201157
HUT 5 D




FPERT.WMF

                                                                                           




PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
PENDAHULUAN
Tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum (L) Merr & Perry) di Indonesia lebih kurang 95 % diusahakan oleh rakyat dalam bentuk perkebunan rakyat yang tersebar di seluruh propinsi. Sisanya sebesar 5% diusahakan oleh perkebunan swasta dan perkebunan negara. Cengkeh merupakan tanaman rempah yang termasuk dalam komoditas sektor perkebunan yang mempunyai peranan cukup penting antara lain sebagai penyumbang pendapatan petani dan sebagai sarana untuk pemerataan wilayah pembangunan serta turut serta dalam pelestarian sumber daya alam dan lingkungan.     Pada mulanya bagian dari tanaman cengkeh yaitu bunga cengkeh hanya digunakan sebagai obat terutama untuk kesehatan gizi. Menurut Chaniago (1980), sejak tahun 22 sebelum Masehi, cengkeh digunakan sebagai rempah – rempah, diantaranya di Tiongkok digunakan dalam upacara keagamaan yaitu dimasukan ke dalam peti mayat. Begitu juga bagi perwira yang ingin menghadap kaisar diharuskan mengunyah cengkeh, sedang di Persia cengkeh digunakan sebagai lambang cinta. Kemudian berkembang lagi dan sejak tahun 1980 cengkeh digunakan sebagai periang yaitu sebagai pencampur tembakau ditambah rempah – rempah (Kemala, 1988).
Rokok hasil campuran antara cengkeh dan rempah lainnya disebut rokok kretek, sedang rokok campuran tembakau dan rempah atau saus lainnya tanpa cengkeh disebut rokok sigaret atau lebih populer disebut rokok putih. Sepuluh tahun kemudian dengan berkembangnya pemakaian cengkeh sebagai bahan campuran rokok, Indonesia menjadi konsumen cengkeh terbesar di dunia. Sekarang Indonesia merupakan negara produsen dan konsumen cengkeh terbesar di dunia, terutama untuk memenuhi kebutuhan bahan baku rokok kretek. Bagian utama dari tanaman cengkeh yang bernilai komersial adalah bunganya yang sebagian besar digunakan dalam industri rokok dan hanya sedikit dalam industri makanan.
Namun demikian, dengan adanya penemuan – penemuan baru bagian tanaman lain dari cengkeh yaitu daun dan tangkai bunganya telah pula dimanfaatkan sebagai sumber minyak cengkeh yang digunakan dalam industri farmasi, kosmetik dan lain – lain. Pemakain cengkeh dalam industri tersebut di atas terutama karena cengkeh memiliki aroma yang enak yang berasal dari minyak atsiri yang terdapat dalam jumlah yang cukup besar, baik dalam bunga (10-20%), tangkai (5-10%) maupun daun (1-4%). Selain itu minyak cengkeh mempunyai komponen eugenol dalam jumlah besar (70-80%) yang mempunyai sifat sebagai stimulan, anestetik lokal, karminatif, antiemetik, antiseptik dan antispasmodik.
Hasil tanaman cengkeh dari tahun ke tahun tidak sama, pada satu waktu hasilnya cukup tinggi dan lain waktu hasilnya rendah sekali (sangat berfluktuasi). Oleh karena itu pada tanaman cengkeh dikenal musin panen besar dan musim panen kecil yang perbedaannya sangat tajam sekali bisa mencapai sekitar 60%. Hal ini sangat merugikan petani cengkeh karena pendapatannya menjadi tidak stabil. Selain itu hal ini kadang-kadang menyebabkan adanya kelebihan suplai cengkeh yang menyebabkan fluktuasi harga yang sangat tajam.
Di lain pihak permintaan akan cengkeh sampai saat ini relatif stabil atau tetap. Berdasarkan hal di atas harus ada upaya untuk memanipulasi penawaran dan permintaan, salah satunya adalah dengan menambah keragaman penggunaan cengkeh dan hasil sampingnya. Dalam tulisan ini diuraikan penggunaan cengkeh dalam industri rokok, makanan, minuman, obat–obatan serta kemungkinan–diversifikasi penggunaan cengkeh lain yang belum dikembangkan.















PENGOLAHAN BUNGA CENGKEH
Produk utama dari tanaman cengkeh adalah bunga cengkeh yang biasa disajikan dalam bentuk kering. Pengolahan bunga cengkeh umumnya masih dilakukan secara sederhana, sebagian besar dilakukan di tingkat petani yang mempunyai areal penanaman yang tidak cukup luas, dan hanya sebagian kecil saja yang melakukan pengolahan secara semi mekanis di tingkat perkebunan besar atau KUD (Koperasi Unit Desa). Proses pengolahan bunga cengkeh sampai mendapatkan bunga cengkeh yang kering melalui beberapa tahap, yaitu : panen, perontokan (pemisahan gagang dan bunga), pemeraman, pengeringan dan sortasi.
Bunga cengkeh dipanen pada waktu beberapa bunga dalam satu rangkaian bunga sudah berwarna kemerahmerahan. Sesudah panen dilakukan pemisahan bunga dengan tangkainya yang biasa dilakukan dengan tangan (secara manual). Sesudah itu bunga dan tangkai langsung dijemur secara terpisah di bawah sinar matahari atau dengan alat pengering cengkeh. Sebagian petani melakukan dulu pemeraman bunga cengkeh sebelum dikeringkan. Warna dan kadar minyak dari bunga cengkeh kering yang dihasilkan dengan alat pengering cengkeh tidak jauh berbeda dengan hasil pengeringan dengan matahari kalau dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi (<700C).
Untuk memisahkan bunga dari tangkainya, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) telah merancang bangun alat perontok bunga cengkeh kapasitas 76kg bunga cengkeh segar/jam yang digerakkan dengan motor penggerak berkekuatan 1 HP (Hidayat dan Nurdjannah, 1992). Selain itu Balittro telah pula merancang bangun alat pengering energi surya yang dapat digunakan untuk proses pengeringan bunga cengkeh (Nurdjannah et al., 1997; Nurdjannah dan Kadarisman, 1988). Pada umumnya bunga cengkeh kering disajikan dalam bentuk utuh, tetapi ada juga yang disajikan dalam bentuk bubuk dengan car menggiling bunga kering.
Tingkat kehalusan dari bubuk cengkeh yang dihasilkan bermacam macam tergantung dari bahan baku, penggunaan dan selera konsumen di tiap negara. Untuk keperluan ekstraksi dan destilasi diperlukan bubuk dengan butiran besar (kasar), sedangkan untuk digunakan langsung dalam makanan (“food seasonings”) diperlukan produk yang lebih halus. Untuk memperoleh bubuk yang halus prosesnya biasa dilakukan dalam dua tahap. Pertama bunga cengkeh dibuat bubuk kasar dengan memakai “breaker” atau “cutter mill” dengan kecepatan yang rendah, kemudian digiling lagi sampai mendapatkan kehalusan yang diinginkan.
USA menghendaki cengkeh bubuk yang lebih halus daripada United Kingdom. Untuk menghindarkan kehilangan komponen-komponen berharga yang mudah menguap, proses penggilingan dilakukan pada temperatur rendah (25–350C). Beberapa cara telah dilakukan untuk meminimalkan panas yang terjadi selama proses, diantaranya dengan mendinginkan dulu ruang atau tabung penggilingan, menggunakan air pendingin (water cooling) atau ruangan pendingin. Bunga cengkeh kering mengandung minyak atsiri, fixed oil (lemak), resin, tannin, protein, cellulosa, pentosan dan mineral.
Karbohidrat terdapat dalam jumlah dua per tiga dari berat bunga. Komponen lain yang paling banyak adalah minyak atsiri yang jumlahnya bervariasi tergantung dari banyak faktor diantaranya jenis tanaman, tempat tumbuh dan cara pengolahan (Purseglove, et al., 1981). Komposisi kimia bunga cengkeh dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia bunga cengkeh

Kandungan fixed oil di dalam bunga cengkeh berkisar antara 5 - 10 % yang terdiri dari minyak lemak dan resin (Purseglove, et al., 1981). Minyak lemak tersebut sebagian besar terdiri dari asam lemak tidak jenuh (94% dari total asam lemak), dan asam lemak tersebut sebagian besar terdiri dari asam stearat yaitu sekitar 89% dari total asam lemak jenuh. Di samping sebagai sumber bahan flavour alami, cengkeh juga mengandung unsur unsur nutrisi lain seperti : protein, vitamin dan mineral seperti terlihat pada Tabel 2. Pada tabel tersebut terlihat bahwa cengkeh mengandung lemak, karbohidrat, dan “food energy” yang cukup tinggi.
Tabel 2. Komponen nutrisi dalam 100 g bunga cengkeh

Pemisahan kandungan kimia dari serbuk bunga, tangkai bunga dan daun cengkeh menunjukan bahwa serbuk bunga dan daun cengkeh mengandung saponin, tannin, alkaloid, glikosida dan flavonoid, sedangkan tangkai bunga cengkeh mengandung saponin, tannin, glikosida dan flavonoid (Ferdinanti, 2001).



MINYAK CENGKEH DAN OBAT-OBATAN
MINYAK CENGKEH
Produk samping dari tanaman cengkeh adalah minyak cengkeh. Tergantung dari bahan bakunya ada tiga macam minyak cengkeh, yaitu minyak bunga cengkeh, minyak tangkai cengkeh, dan minyak daun cengkeh. Rendemen dan mutu dari minyak yang dihasilkan dipengaruhi oleh asal tanaman, varietas, mutu bahan, penanganan bahan sebelum penyulingan, metode penyulingan serta penanganan minyak yang dihasilkan. Bunga cengkeh dan tangkainya biasanya digiling kasar dulu sebelum penyulingan untuk memecahkan sel-sel minyak dan memperluas permukaan sehingga minyak dapat lebih mudah ke luar dari dalam sel, sedangkan daun cengkeh tidak membutuhkan pengecilan ukuran. Bahan tersebut disuling dengan cara uap dan air, atau cara uap langsung dengan periode waktu yang berlainan antara 8–24 jam tergantung dari keadaan bahan dan kandungan minyaknya.
Bunga dan tangkai cengkeh membutuhkan waktu yang lebih lama karena kadar minyaknya yang jauh lebih tinggi daripada daun cengkeh. Bunga cengkeh mengandung minyak sekitar 10–20%, tangkai cengkeh 5–10% dan daun cengkeh 1–4%. Kandungan utama dari minyak cengkeh adalah eugenol, eugenol asetat dan caryophyllen. Rendemen tertinggi yang pernah didapat dari bunga cengkeh dengan mutu yang tinggi (+20% kadar minyak) adalah 17% . Di United Kingdom, minyak dengan aroma yang sangat halus diperoleh dengan cara destilasi air dan mengandung eugenol 85 – 89% (Purseglove et al., 1981).
Menurut Gildemeister dan Hottman dalam Guenther (1950), destilasi dari bunga cengkeh utuh menghasilkan minyak dengan kadar eugenol tinggi dan bobot jenis di atas 1,06, sedangkan bunga cengkeh yang mengalami pengecilan ukuran (digiling) menghasilkan minyak dengan kadar eugenol lebih rendah dan bobot jenis di bawah 1,06. Hal ini disebabkan karena terjadinya penguapan minyak selama proses penggilingan dan selang waktu antara penggilingan dan penyulingan. Karena itu untuk mencegah penguapan, proses destilasi harus dilakukan segera setelah proses penggilingan.
Belcher (1965) menyatakan bahwa kandungan eugenol dari minyak tergantung dari waktu destilasi. Waktu destilasi yang singkat (cepat) menghasilkan minyak dengan kandungan eugenol yang jauh lebih tinggi daripada yang biasa dilakukan dengan waktu yang lebih lama. Spesifikasi minyak cengkeh sebagai sumber rasa dan aroma tidak hanya ditentukan oleh kandungan eugenol saja, tapi oleh komponen lain seperti eugenol asetat dan caryophyllen.
Namun untuk keperluan isolasi eugenol, dikehendaki minyak dengan kadar eugenol yang tinggi. Ekstraksi minyak dengan CO2 pada kondisi subkritik secara komersil, telah dilakukan terhadap bunga cengkeh pada tekanan 50 - 80 bar dan temperatur antara 0 - 100C sebagai alternatif terhadap penyulingan uap. Minyak yang dihasilkan mempunyai karakteristik yang lebih baik karena tidak ada residu pelarut dan bau yang tidak diinginkan, disamping itu mempunyai kelarutan yang lebih baik serta kandungan aromatik yang lebih tinggi dan lengkap (Moyler, 1977).
Penyulingan minyak tangkai cengkeh dengan bobot bahan antara 50 - 60 kg dengan metoda air dan uap dengan alat terbuat dari stainless steel, pernah dilakukan dan menghasilkan rendemen 5 - 6 % dengan kadar eugenol 90 - 98%. Makin lama waktu penyulingan, makin rendah kadar eugenol dari minyak yang dihasilkan (Nurdjannnah et al., 1990)
Menurut Purseglove et al. (1981), penyulingan 680 kg tangkai cengkeh yang dilakukan di Zanzibar dengan menggunakan cara uap langsung yang alatnya terbuat dari stainless steel selama 16 jam, menghasilkan minyak yang jernih hampir seperti air dengan rendemen 5 - 7%. Dalam penyimpanan minyak dapat berubah menjadi kuning, kadang - kadang menjadi keunguan. Minyak daun cengkeh biasa diperoleh dari daun cengkeh yang sudah gugur.
Komposisi minyak yang dihasilkan bervariasi tergantung dari keadaan daun serta cara destilasinya, minyak yang dihasilkan biasanya mengandung eugenol antara 80 - 88 % dengan kadar eugenol asetat yang rendah tetapi kadar coryophyllene yang tinggi. Penyulingan daun dengan kadar air sekitar 7 - 12% yang dilakukan dalam tangki stainless steel volume 100 l selama delapan jam, menghasilkan minyak dengan rendemen 3,5% dan total eugenol 76,8% (Nurdjannah et al., 1993).
Minyak bunga cengkeh biasa digunakan untuk makanan, minuman dan parfum, minyak gagang cengkeh digunakan sebagai subsitusi minyak bunga cengkeh, dan minyak daun cengkeh digunakan sebagai bahan baku untuk isolasi eugenol dan caryophyllen (Weiss, 1997).
Eugenol disamping digunakan sebagai bahan penambah aroma juga mempunyai sifat antiseptik, karena itu bisa digunakan dalam sabun, ditergen, pasta gigi, parfum dan produk farmasi.

OBAT-OBATAN
Selain digunakan dalam industri makanan, minuman dan rokok kretek, cengkeh sudah sejak lama digunakan dalam pengobatan sehari – hari karena minyak cengkeh mempunyai efek farmakologi sebagai stimulan, anestetik lokal, karminatif, antiemetik, antiseptik dan antispasmodik (Perry dan Metzger, 1990).
Sejak zaman Dinasti Han 220 – 206 SM cengkeh di samping sebagai rempah juga digunakan sebagai pewangi mulut (Crofton, 1936). Rosengarten (1969) melaporkan bahwa sudah sejak lama pengobatan ayurvedic di India menggunakan cengkeh dan kapolaga yang dikunyah dengan dibungkus daun sirih untuk memperbaiki pencernaan. Selain itu dilaporkan pula bahwa di Eropa sejak abad 14 campuran ekstrak cengkeh dan kapolaga telah digunakan sebagai obat anti plaque (karang gigi).
Di Portugal bunga cengkeh yang masih hijau diambil cairannya dan dipakai untuk obat jantung di samping sebagai pewangi. Bahkan beberapa dokter menyarankan penggunaan cengkeh untuk meningkatkan pencernaan karena percaya bahwa cengkeh dapat memperkuat kerja perut, hati dan jantung. Rumphius (1941) menyatakan bahwa pada abad ke 18 di Maluku cengkeh digunakan untuk menyembuhkan luka. Pengobatan tradisional di Indonesia menggunakan cengkeh untuk sakit perut dengan cara mengunyah bunga cengkeh tersebut dan untuk sakit mata dengan meneteskan air perendaman bunga cengkeh.
Di samping itu cengkeh digunakan sebagai pembangkit nafsu makan, menyembuhkan kolik atau diberikan pada wanita yang baru melahirkan dalam bentuk ramuan dengan bahan bahan obat lainnya. Penggunaan minyak cengkeh dalam bentuk balsam sudah banyak digunakan di Indonesia dan karena sifatnya sebagai analgesik, balsam yang dihasilkan dapat dipakai untuk mengurangi rasa sakit karena reumatik. Di samping itu minyak cengkeh dapat dipakai sebagai bahan aktif atau pembuatan obat kumur karena sifatnya sebagai antibakteri (Nurdjannah et al., 1997; Nurdjannah et al., 2001).





















DAFTAR PUSTAKA
Alauddin, C., 1977. Cengkeh (Engenia caryophyllus) Banda Aceh. Hal 33.

Asman, A. M. Tombe dan D. Manohara, 1997. Peluang produk cengkeh sebagai pestisida nabati. Monograf Tanaman Cengkeh. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Hal 90 – 102.

Chaniago, 1980. Analisis permintaan cengkeh untuk industri rokok kretek. Tesis SPS – IPB.

Ferdinanti, E, 2001. Uji aktivitas antibakteri obat kumur minyak cengkeh (aromaticum (L) Merr & Perry ) asal bunga, tangkai bunga, dan daun cengkeh terhadap bakteri. Skripsi S1 jurusan farmasi. Fakultas Matematika dan dan Pengetahuan Alam. Institut Sains dan Teknologi Nasional Jakarta.

Guenther, E. 1950. The Essential Oils. Vol 4. D. Van Nostrand company. Inc. New York, p. 396 437.

Kardinan, A., 1999. Prospek minyak daun (Melalenca bracteata) sebagai pengendali populasi hama lalat buah (Broctocera dorsalis) di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 18 (1) : 10– 16.


No comments:

LIRIK LAGU TERBARU ROHAKKU - JUN MUNTHE